Selasa, 16 Juni 2015

Belajar Teks Anekdot dengan Video

Selamat mencoba

Cara Menulis Cerpen materi SMA Kelas XII

Menulis Cerita Pendek Berdasarkan Kehidupan orang Lain

Pernahkah kamu menulis sebuah cerita pendek? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1997:186-187), cerita pendek adalah karya sastra yang berupa kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dminan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi (pada suatu ketika). 
Berdasarkan pengertian di atas, cerita pendek mengisahkan kehidupan sang tokoh yang berada dalam satu peristiwa atau satu kejadian. Tokoh yang dikisahkan dapat berupa tokoh imajinatif atau tokoh nyata yang dekat dengan kehidupan pengarangnya.
Perhatikan langkah-langkah menulis cerita pendek berikut ini!
1. Tentukanlah tokoh cerita yang akan dikisahkan!
Penentuan tokoh yang akan dipilih tentu tidak sulit karena selama hidupmu biasanya ada teman-teman teordekat yang biasa menjadi tempat mengadu, berdialog, tukar pikiran, minta saran, atau mendengarkan keluh kesah hidup dan cintanya. 
Untuk itu, sebagai bahan penulisan cerita pendek ini, kamu tinggal pilih kisah siapakah yang akan diceritakan. Atau, mungkin kamu pernah mendengar kisah tragis kehidupan seorang tokoh terkenal. Atau mungkin pula tokohoperaih prestasi lah raga dunia. Yang terpenting, tokoh yang akan kamu ceritakan, peristiwa yang terjadi, tempat dan waktu kejadian, dan orang-orang yang terlibat di dalamnya betul-betul kamu ketahui.
Berdasarkan fungsinya, tokoh cerita dapat dibedakan atas tokoh sentral dan tokoh bawahan (Sudjiman, 1992: 17). Tokoh yang memegangoperan pimpinan disebut tokoh utama atau prtagnis. Tokoh ini menjadi tokoh sentral dalam cerita. Kriteria tokoh utama bukan frekuensi kemunculannya, melainkan berdasarkan intensitas keterlibatannya dalam peristiwa yang membangun cerita. 
Selain tokoh prtagnis, ada tokoh sentral yang termasuk tokoh utama yang disebut tokoh antagnis yaitu tokoh yang merupakan penentang atau lawan. Tokoh prtagnis mempunyai karakter baik dan terpuji, sedangkan tokoh antagnis mempunyai karakter yang jahat atau salah.
Yang dimaksud dengan tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral karena kehadirannya hanya untuk menunjang atau mendukung tokoh utama. Untuk kepentingan penulisan cerita pendek yang kamu susun, tentukanlah tokoh-tokoh cerita tersebut termasuk karakter penokohannya.
2. Urutkan alur cerita berdasarkan urutan peristiwa sesuai dengan waktu dan tempat kejadian!
Tuliskan peristiwa yang akan dikisahkan. Urutkan peristiwa yang akan dikisahkan berdasarkan urutan waktu atau urutan kejadian. Setelah tergambar peristiwa yang akan dikisahkan, kamu dapat mengembangkan alur ceritanya dari awal hingga akhir kejadian (alur maju). Atau sebaliknya, kamu dapat mengawali cerita dari kejadian terakhir baru kamu uraikan kejadian-kejaian sebelumnya (alur mundur/flashback). Atau, kamu dapat menguraikan kejadiannya dengan cara gabungan dari setiap peristiwa karena peristiwa yang satu berkaitan erat dengan kejadian yang lainnya (alur gabung). 
Setelah itu kamu tinggal menentukan, alur cerita mana yang akan kamu tentukan agar cerita ini lebih menarik. Faktor latar cerita memegangoperanan penting, tentu peristiwa yang dikisahkan sangat berkaitan dengan waktu dan tempat. Untuk itu, identifikasi setiap peristiwa yang dikisahkan dengan waktu dan tempat kejadiannya.
3. Kembangkanlah ide-ide cerita yang sudah kamu identifikasi tadi ke dalam bentuk cerpen dengan memerhatikan teknik penceritaan yang menarik!
Menurut Sudjiman (1992: 91-101), terdapat beberapa teknik penceritaan yaitu teknik pemandangan (panoramic/pictrial technique), teknik adegan (scenic technique), teknik montase, teknik kolase, dan teknik asosiasi. 
Teknik pemandangan umumnya lebih jelas dan terinci memberitahukan waktu dan tempat cerita, serta membangun konteks tindakan dan kejadian yang dikisahkan.
contoh teknik pemandangan
Mereka berhenti di depan meja-meja penuh makanan. Ekspresi Chelsea berubah serius. Tatapannya melembut, srt matanya hangat dan penuh simpati. Itulah yang disukai Jake pada diri Chelsea. Cewek itu baik hati. Ia bukannya cuma ingin menunjukkan padamu seberapa hebatnya dia dibandingkan dirimu.
Teknik adegan umumnya menyajikan cerita dengan menyajikan adegan atau peristiwa dengan latar fisik yang jelas. Pembaca akan merasakan bahwa dia terlibat dalam cerita dan peristiwa yang dikisahkan.
contoh teknik adegan
Aku tahu_ Rita balas berbisik. tapi kita kan sudah di sini, jadi sekalian saja kita Lihat-lihat. Diguncangkannya senternya, berharap sinarnya bisa lebih teorang. Rambut Rita yang hitam jatuh di matanya. Ia menyibakkannya dan bergerak lebih dekat kepada Rn.
Teknik montase yakni teknik penceritaan dengan cara memtng-mtng cerita sehingga akan menghasilkan cerita yang terputus-putus. Pembaca, kadang-kadang merasa pusing atas kekacauan cerita yang tidak logis dan sistematis yang memang disengajaoleh penceritanya.
Contoh Teknik Montase
Emry tak pemah bicara dengan suara pelan ia cuma bisa bicara dengan suara keras, selah-lah berada di panggung opera. Dengan rambut hitam berantakannya yang tak pernah tersentuholeh sisir, dan suaranya yang dalam dan menggelegar, ke mana pun emry pergi, ia selalu menarik perhatian. Berpikirnya cepat. Bicaranya cepat. Ia tak pemah berjalan, ia selalu berlari. Ia selalu tampak terburu-buru, ia selalu melakukan enam hal sekaligus, memberi instruksi pada selusin orang, bicara cepat dan pada saat yang sama membuat catatan kecil_ kayaknya sih nggak ada,_ eorang jake. Diangkatnya setengah potong sandwich ayam dan dijatuhkannya ke piring kertasnya. Ia berpikir keras. _ Yah...Aku bisa nntn gratis. Itu lumayan asyik,_ ia mengakui._ Tapi hampir semua anak di sekolah kita juga, bisa nntn gratis,”
jake menambahkan. 笛adi kurasa itu nggak ada artinya.”
Teknik kolase adalah teknik penyajian cerita yang sarat dengan kutipan dari karya sastra yang lain. Kadang-kadang cerita terpotong-potong dan tidak berhubungan karena adanya penempelan kutipan karya lain. Teknik asosiasi adalah teknik penceritaan dengan cara mengasosiasikan dengan hal lain yang bertautan atau berhubungan. Asosiasi dapat terbentuk dalam diri tokoh, pembaca, atau pencerita.
contoh teknik kolase
Jake tahu ada yang tidak beres begitu ia dan ayahnya memasuki kelas. Tubuh emry langsung kaku. Ia menurunkan dipbardnya. Matanya menyapu ruangan yang teorang bendeorang itu. Suara desisan yang mendirikan bulu kuduk muncul dari bagian depan kelas. Sheila?_ Seru Emry seraya menghentikan langkah di depan pintu. di mana para kru?_ Jake berjalan pelan ke sisi Emry dan memandang isi ruangan. Ia tidak melihat Sheila. Ia tidak melihat satu pun kru di sana.
Teknik asosiasi adalah teknik penceritaan dengan cara mengasosiasikan dengan hal lain yang bertautan/berhubungan. Asosiasi dapat terbentuk dalam diri tokoh, pembaca, atau pencerita.
contoh teknik asosiasi
Apa tidak mungkin ia berubah menjadi ular besar pada suatu waktu? Dan jika terjadi demikian, pastilah pahlawan itu menggantung diri. Sebab ia malu. Apa tidak mungkinoperawan itu telah menggantung diri? Telah habis plisi mencari keteorangan. Tapi jawab tetangga selalu tidak tahu.
Berdasarakan teknik penceritaan yang telah diuraikan di atas, kamu dapat memilih teknik mana yang akan dipilih untuk mengembangkan ide cerita pendek yang akan ditulis. Kamu dapat menggunakan ragam bahasa yang menarik sesuai dengan tema cerita yang disampaikan.

Materi Bahasa Indonesia SMA Kelas XII

1. Membedakan antara Fakta dan opini
Laporan merupakan segala sesuatu yang dilaporkan yang berwujud berita atau informasi. Hal yang dilaporkan biasa berupa kegiatan atau pengamatan. Laporan biasa berbentuk laporan lisan ataupun laporan tertulis. 
Laporan harus disusun secara sistematis, singkat, jelas, dan menggunakan bahasa yang komunikaif.
Pada pelajaran ini kamu akan berlatih membedakan informasi berupa fakta dengan opini atau pendapat.
Fakta adalah sesuatu yang benar-benar ada dan benar-benar terjadi, sedangkan opini atau pendapat adalah buah pemikiran (perkiraan) seseorang tentang sesuatu.
2. Menemukan Ide Pokok Artikel Melalui Membaca Intensif
Membaca merupakan kegiatan yang memberikan banyak manfaat. Dengan membaca kamu akan memperleh pengetahuan dan memperluas wawasan. Membaca dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja selama kita berminat untuk membaca. Apa yang telah kamu baca hari ini artikel di surat kabar, buku, atau novel? Dapatkah kamu ceritakan informasi atau isi teks yang telah kamu baca? Pada intinya, membaca dilakukan untuk memperleh informasi penting. Informasi penting tersebut disebut ide pokok. Untuk itu, setiap kali membaca, temukan ide pokok yang terdapat dalam teks yang dibaca.
3. Menyampaikan Gagasan dan Tanggapan dalam Diskusi
Kemahiran berbicara dapat mengangkat citra seseorang dalam kehidupannya, baik secara persnal maupun secara ssial. Banyak orang terkenal karena kemahirannya dalam menyampaikan gagasan dan tanggapan dalam berbagai kesempatan. Pada pembelajaran ini, kamu akan berlatih menyampaikan gagasan dan tanggapan dengan alasan yang logis.
Sebagai latihan permulaan, untuk menumbuhkan keberanian berbicara dapat dilakukan dengan cara berkmunikasi dengan teman sebangku. Kamu dapat menyampaikan beberapa hal yang sedang dilakukan, kemudian tanyakan hal-hal yang belum dipahami, dan berikan tanggapan atas pendapat yang dikemukakan temanmu.
Sesuai dengan asal katanya discuti atau discusium (bahasa Latin) yang berari ’bertukar pikiran’, diskusi merupakan ajang bertukar pikiran secara teratur dan terarah dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan, dan keputusan beRosama mengenai suatu masalah. Arsjad dan Mukti (1991: 37) berpendapat bahwa ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam diskusi yakni:
1. ada masalah yang dibicarakan;
2. ada seseorang yang bertindak sebagai pemimpin diskusi;
3. ada peserta sebagai anggta diskusi;
4. setiap anggta mengemukakan gagasannya dengan teratur;
5. jika ada kesimpulan dan keputusan yang diambil harus disetujui beRosama.
Pada saat menyampaikan suatu gagasan, hendaknya disampaikan secara jelas agar ruang lingkup pembahasannya terarah. Peserta diskusi dapat mengajukan pertanyaan dan tanggapan tentang hal yang dikemukakan. Tanggapan yang disampaikan dapat berupa persetujuan atau penlakan terhadap pendapat yang disampaikan. Agar tanggapanmu dapat diterima dan dipahami, sebaiknya berikan argumen logis yang dapat mendukung atau menentang pendapat pembicara.
Lakukan dengan saksama kegiatan diskusi, sehingga akan melatihmu menyampaikan pendapat, mengajukan pertanyaan, dan menyampaikan tanggapan atau sanggahan dengan baik. Penyampaian pendapat, pertanyaan, tanggapan, sanggahan, persetujuan, atau penlakan harus disesuaikan dengan pokok masalah yang dibahas sehingga tidak akan terjadi penyimpangan makna dan keluar dari permasalahan.
Perhatikan ilustrasi berikut! Suatu diskusi membahas pentingnya Pendidikan Seks pada Usia Dini, akan muncul beberapa pertanyaan sebagai berikut.
Kalimat pertanyaan : bagaimanakah cara menyampaikan pendidikan seks pada anak usia dini?”
Kalimat persetujuan : Saya setuju pendidikan seks diberikan sejak anak usia dini karena usia tersebut merupakan fndasi yang harus kuat untuk meniti masa depan.
Kalimat penlakan : Saya tidak setuju bahwa pendidikan seks diberikan pada anak usia dini karena daya nalar mereka belum bekerja secara ptimal,lebih baik dimulai pada anak-anak usia sekolah dasar .
Kalimat tanggapan : Menanggapi pendapat yang sudah disampai-kan teman-teman terdahulu, pendidikan seks memang sangat penting, tetapi kita harus mempertimbangkan siapa, apa, dan bagaimana cara menyampaikannya. Sebenarnya kita dapat saja mulai pada anak usia dini, tetapi cara menyampaikan dan topik yang disampaikannya harus sesuai dan dekat dengan kehidupan anak.

4. Menulis Laporan Diskusi dengan Melampirkan Ntula dan Daftar Hadir
Pada kegiatan pembelajaran yang lalu, kamu sering melakukan kegiatan diskusi untuk membahas berbagai hal. Dalam kegiatan diskusi tersebut ada teman yang berperan sebagai pembicara, mderatr, dan ada notulis. Pembicara adalah orang yang menyampaikan dan membahas topik permasalahan yang didiskusikan. Mderatr adalah orang mengatur jalannya diskusi. Notulis adalah orang yang bertugas untuk membuat ntula (catatan rapat/hasil diskusi).
Menulis laporan hasil diskusi adalah salah satu tugas seorang notulis. Laporan yang disampaikan harus dapat menyajikan fakta secara oobjektif tentang keadaan atau kegiatan yang telah dilaksanakan. Fakta oobjektif yang disajikan menjadi tanggung jawab notulis yang membuat laporan diskusi tersebut. Menyusun laporan hasil diskusi adalah tugas notulis. Untuk itu, notulis harus mengikuti jalannya diskusi dengan cermat agar dapat mencatat segala hal yang berkaitan dengan kegiatan dan jalannya diskusi. 
Hal-hal yang perlu dicatat notulis antara lain: gagasan pokok yang disampaikan pembicara, pertanyaan, sanggahan, kmentar, atau saran dari peserta diskusi. Selain itu, notulis juga bertugas meresume pembicaraan, mencatat suasana jalannya diskusi, serta mengedarkan dan merekap daftar hadir diskusi. format berikut!
Laporan Hasil Diskusi
1. Topik diskusi : ....................................................
2. Pelaksana kegiatan : ....................................................
3. Hari, tanggal, waktu : ....................................................
4. Penyaji makalah : ....................................................
5. Peserta : ....orang (daftar hadir terlampir)
6. Judul makalah : ....................................................
7. Mderatr : ....................................................
8. Notulis : ....................................................
9. Jalan diskusi : ....................................................
Seminar dibukaoleh mderatr, pukul : ........................
Penyampaian materioleh penyaji : ........................
Tanggapan peserta : ........................
N. Nama Tanggapan/ Pertanyaan/ Tanggapan Balik
1. ............ ..................................................................
2. ............ ..................................................................
3. ............ ..................................................................

Diskusi ditutupoleh mderatr pukul : ........................
a. Dengan kesimpulan diskusi:
1) ...................................................................................
2) ...................................................................................
3) ...................................................................................
b. Saran-saran:
1) ...................................................................................
2) ...................................................................................
3) ...................................................................................

Laporan hasil diskusi akan lebih lengkap jika diberi lampiran. Lampiran berupa makalah, ntula, dan daftar hadir peserta.

5. Memberikan Kritik dan Saran Terhadap Laporan Lisan
Keterampilan menyimak hendaknya dikuasai setiap orang yang ingin meningkatkan kualitas hidup dan intelektualitasnya. Menyimak bukan sekadar mendengar, tetapi mendengarkan dengan saksama dan penuh perhatian.oleh karena itu, penyimak yang baik harus dapat menyerap dan memahami topik-topik yang disimak.
Pada pelajaran ini, kamu dilatih untuk menyimak secara kritis sehingga mampu memberikan kritik dan saran atas kesalahan dan kekurangan yang terdapat dalam laporan yang akan dipeordengarkan.
Untuk dapat menyimak laporan dengan baik, berknsentrasilah dengan saksama dan catatlah pokok-pokok informasi yang disampaikan! Banyak orang yang merasa takut dikritik karena banyak yang beoranggapan bahwa kritikan sama dengan hinaan atau hujatan. Perlu disadari bahwa kritik merupakan uraian atau pertimbangan baik buruk terhadap sesuatu. 
Manusia kebanyakan takut ketahuan kekurangan atau kesalahannya, banyak yang menghindar bahkan marah kalau dikritik dan diberi saran. Hal itu sangat keliru karena kritik sebenarnya untuk memperbaiki kesalahan dan menyempurnakan kekurangan.oleh karena itu, kita harus terbuka dan lapang dada terhadap kritik kalau ingin lebih baik.
Menyampaikan kritik dan saran harus dilakukan secara bijaksana. Kritik dan saran yang disampaikan harus didukung bukti nyata secara oobjektif. Saran merupakan pendapat berupa anjuran, usulan, harapan, dan cita-cita yang dikemukakan untuk dipertimbangkan. Agar penilaian itu oobjektif, perlu disertai dengan bukti dan alasan yang kuat. Rujuklah sumber-sumber referensi yang relevan agar alasan dan bukti yang kamu kemukakan akurat!

6. Mengajukan Saran Perbaikan Secara Lisan
Dalam kehidupan sehari-hari, arus informasi dan kmunikasi terus berkembang, baik melalui media cetak maupun media elektrnik. Sebagai siswa, kamu pasti membutuhkan berbagai informasi untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan kemampuan. Untuk itu, kamu dapat melakukannya dengan cara membaca dan menyimak informasi yang disampaikan secara langsung di sekolah dan di luar sekolah, melalui media cetak, dan media elektrnik.

7. Menanggapi Pembacaan Novel dan Unsur-unsur Intrinsik Novel
Tentu merupakan pengalaman yang menyenangkan kalau kita membaca novel. Kita dapat menceritakan kembali jalan ceritanya, tokoh-tokohnya, konflik yang terjadi antartokohnya. Novel merupakan karya sastra yang berbentuk prosa yang berisi tentang sekelumit kehidupan manusia.
Novel merupakan karya prosa fiksi yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku ( Depdikbud, 1997 : 694).
Unsur-unsur novel atau cerpen 
1. Penokohan 
Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan (Panuti Sudjiman, 1988:16). 
Tokoh merupakan bagian atau unsur dari suatu kebutuhan artistik yaitu karya sastra yang harus selalu menunjang kebutuhan artistik itu, Kennye dalam Panuti Sudjiman (1966:25). 
Penokohan dalam cerita rekaan dapat diklasifikasikan melalui jenis tokoh, kualitas tokoh, bentuk watak dan cara penampilannya. Menurut jenisnya ada tokoh utama dan tokoh bawahan. Yang dimaksud dengan tokoh utama ialah tokoh yang aktif pada setiap peristiwa, sedangkan tokoh utama dalam peristiwa tertentu (Stanton, 1965:17). 
Ditinjau dari kualitas tokoh, ada tokoh yang berbentuk datar dan tokoh yang berbentuk bulat. Adapun tokoh yang berbentuk datar ialah tokoh yang tidak memiliki variasi perkembangan jiwa, karena sudah mempunyai dimensi yang tetap, sedangkan tokoh yang berbentuk bulat ialah tokoh yang memiliki variasi perkembangan jiwa yang dinamis sesuai dengan lingkungan peristiwa yang terjadi. Biasanya tokoh yang berbentuk datar itu pada dasarnya sama dengan tokoh tipologis, dan tokoh yang berbentuk built disebut tokoh psikologis. Dengan demikian tokoh tipologis juga berarti tokoh yang tidak banyak mempersoalkan perkembangan jiwa atau tidak mengalami konflik psikis, karena sudah mempunyai personalitas yang mapan. Sedangkan tokoh psikologis adalah tokoh yang tidak memiliki persoanlitas yang mapan dan selalu dinamis (Kuntowijaya dalam Pradopo dkk, 11984:91). 
Jika dilihat dari cara menampilkan tokohnya ada yang ditampilkan dengan cara analitik dan dramatik. Penampilan secara anlitik adalah pengarang langsung memaparkan karakter tokoh, misalnya disebutkan keras hati, keras kepala, penyayang dan sebagainya. Sedangkan penampilan yang dramatik, karakter tokohnya tidak digambarkan secara langsung, melainkan disampaikan melalui; (1) pilihan nama tokoh, (2) penggambaran fisik atau postur tubuh, dan (3) melalui dialog (Atar Semi, 1984:31-32). 
Sering dapat diketahui bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya dengan berbagi cara. Mungkin cara pengarang menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya di alam mimpi, pelaku memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya, pelaku memiliki cara yang sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya, maupun pelaku egois, kacau dan mementingkan diri sendiri (Bouton dalam Aminuddin, 1984). 
Penyajian watak tokoh yang dihadirkan pengarang tentunya melahirkan karakter yang berbeda-beda pula, antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Cara mengungkapkan sebuah karakter dapat dilakukan melalui pernyataan langsung, melalui peristiwa, melalui percakapan, melalui menolong batin, melalui tanggapan atas pernyataan atau perbuatan dari tokoh-tokoh lain dan melalui kiasan atau sindiran. Suatu karakter mestinya harus ditampilkan dalam suatu pertalian yang kuat, sehingga dapat membentuk kesatuan kesan dan pengertian tentang personalitas individualnya. Artinya, tindak-tindak tokoh tersebut didasarkan suatu motivasi atau alasan-alasan yang dapat diterima atau setidak-tidaknya dapat dipahami mengapa dia berbuat dan bertindak demikian (Atar Semi, 1988:37-38). 
2. Alur 
Pengertian alur dalam cerita pendek atau dalam karya fiksi pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa, sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 1987:83). 
Alur atau plot adalah rentetan peristiwa yang membentuk struktur cerita, dimana peristiwa tersebut sambung sinambung berdasarkan hukum sebab-akibat (Forster, 1971:93). 
Alur adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi (Atar Semi, 1988:43-46). Alur merupakan kerangka dasar yang amat penting. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana satu peristiwa mempunyai hubungan dengan peristiwa lain, bagaimana tokoh digambarkan dan berperan dalam peristiwa itu yang semuanya terikat dalam suatu kesatuan waktu.
Urutan peristiwa dalam karya sastra belum tentu merupakan peristiwa yang telah dihayati sepenuhnya oleh pengarang, akan tetapi mungkin hanya berasal dari daya imajinasi. Begitu pula urutan peristiwa itu jumlahnya belum tentu sama dengan pengalaman yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, urutan peristiwa yang demikian tidak lain hanyalah dimaksudkan untuk mendekatkan pada masalah yang dikerjakan terhadap tujuan dalam karya sastra. 
Sehubungan dengan penjelasan tersebut di atas menurut tasrif ada lima hal yang perlu diperhatikan pengarang dalam membangun cerita, yaitu : (1) situation, yakni pengarang mulai melukiskan suatu keadaan, (2) generating circumstances, yaitu peristiwa yang bersangkutan-paut, (3) ricing action, keadaan mulai memuncak, (4) climax, yaitu peristiwa mencapai puncak, dan (5) document, yaitu pengarang telah memberikan pemecahan persoalan dari semua peristiwa. 
Dari kelima bagian tersebut jika diterapkan oleh pengarang secara berurutan no 1-5, maka disebut sebagai alur lurus (progresif), sedangkan apabila penerapan itu dimulai dari tengah atau belakang disebut sebagai alur balik (regresif). 
Di samping kedua bentuk alur tersebut, ada pula alur yang disebut alur gabungan. Dalam alur ini dipergunakan sebagian alur lurus dan sebagian lagi alur sorot balik. Meskipun demikian gabungan dua alur itu juga dijalin dalam kesatuan yang padu, sehingga tidak menimbulkan kesan adanya dua buah cerita atau peristiwa yang terpisah, baik waktu atau pun tempat kejadiannya (Suharianto, 1982:29). 
Ditinjau dari padu tidaknya alur dalam sebuah cerita, maka alur dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni alur rapat dan alur renggang. Dalam alur rapat hanya tersaji adanya pengembangan cerita pada satu tokoh saja, sehingga tidak timbul pencabangan cerita, akan tetapi apabila ada pengembangan tokoh lain selain tokoh utama, maka terjadilah alur renggang atau terjadi pencabangan cerita. 
Dari beberapa batasan di atas jelas masing-masing alur mempunyai keistimewaan sendiri. Alur lurus dapat memberikan kemudahan bagi pembaca untuk menikmati cerita dari awal sampai akhir cerita. Akan tetapi lain halnya dengan alur sorot balik (flash back). Alur ini dapat mengejutkan pembaca, sehingga pembaca dibayangi pertanyaan apa yang terjadi selanjutnya dan bermaksud apa pengarang menyajikan kejutan seperti itu. Dengan demikian pembaca merasa terbius untuk membacanya sampai tuntas. 
Dikatakan alur yang berhasil, jika alur yang mampu menggiring pembaca menyelusuri cerita secara keseluruhan, tidak ada bagian yang tidak ditinggalkan yang dianggap tidak penting. 
3. Latar 
Menurut pendapat Aminuddin (1987:67), yang dimaksud dengan setting/latar adalah latar peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tempat, waktu maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis. Lebih lanjut Leo Hamalian dan Frederick R. Karel menjelaskan bahwa setting dalam karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda dalam lingkungan tertentu, melainkan juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi suatu problema tertentu. Setting dalam bentuk terakhir ini dapat dimasukkan ke dalam setting yang bersifat psikologis (Aminuddin, 1987:68). 
Secara rinci Tarigan (1986:136) menjelaskan beberapa maksud dan tujuan pelukisan latar sebagai berikut :
1) Latar yang dapat dengan mudah dikenal kembali dan dilukiskan dengan terang dan jelas serta mudah diingat, biasanya cenderung untuk memperbesar keyakinan terhadap tokoh dan gerak serta tindakannya. 
2) Latar suatu cerita dapat mempunyai relasi yang lebih langsung dengan arti keseluruhan dan arti umum dari suatu cerita. 
3) Latar mempunyai maksud-maksud tertentu yang mengarah pada penciptaan atmosfir yang bermanfaat dan berguna. 
Selain menjelaskan fungsi latar sebagai penggambaran tempat (ruang) dan waktu, latar juga sangat erat hubungannya dengan tokoh-tokoh cerita, karena tentangnya dapat mengekspresikan watak pelaku (Wellek, 1962:221). Penggambaran latar yang tepat akan mampu memberikan suasana tertentu dan membuat cerita lebih hidup. Dengan adanya penggambaran latar tersebut segala peristiwa, keadaan dan suasana yang dilakukan oleh para tokoh dapat dirasakan oleh pembaca. 
4. Sudut Pandang 
Cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya disebut sudut pandang, atau biasa diistilahkan dengan point of view (Aminuddin, 1987:90). Pendapat tersebut dipertegas oleh Atar Semi (1988:51) yang menyebutkan istilah sudut pandang, atau point of view dengan istilah pusat pengisahan, yakni posisi dan penobatan diri pengarang dalam ceritanya, atau darimana pengarang melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita itu. 
Sudut pandang membedakan kepada pembaca, siapa menceritakan cerita, dan menentukan struktur gramatikal naratif. Siapa yang menceritakan cerita adalah sangat penting, dalam menentukan apa dalam cerita, pencerita yang berbeda akan melihat benda-benda secara berbeda pula (Montaqua dan Henshaw, 1966:9). 
Lebih lanjut Atar Semi (1988:57-58) menegaskan bahwa titik kisah merupakan posisi dan penempatan pengarang dalam ceritanya. Ia membedakan titik kisah menjadi empat jenis yang meliputi : (1) pengarang sebagai tokoh, (2) pengarang sebagai tokoh sampingan, (3) pengarang sebagai orang ketiga, (4) pengarang sebagai pemain dan narrator. 
5. Gaya 
Gaya adalah cara pengarang menampilkannya dengan menggunakan media bahasa yang indah, harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca (Aminuddin, 1987:72). Hal demikian tercermin dalam cara pengarang menyusun dan memilih kata-kata, tema dan dalam memandang tema atau persoalan, tercermin dalam pribadi pengarangnya. Oleh Karena itu unsur cerita sebagaimana tersebut di muka baru dapat sempurna apabila disampaikan dengan gaya tertentu pula, karena gaya dalam karya sastra adalah bahasa yang dipergunakan oleh pengarang (Suhariyanto, 1982:37). 
Sehubungan dengan pembahasan ini pemberian gaya akan ditinjau melalui dua sudut, yaitu gaya bahasa dan gaya bercerita, karena pengertian gaya umumnya dapat dirumuskan sebagai cara pengarang menggambarkan cerita agar cerita lebih menarik dan berkesan. Hal tersebut erat kaitannya dengan kemampuan pengarang dalam penulisan cerita dengan penggunaan bahasa, karena cerita pada dasarnya bermediakan bahasa. 


5.1 Gaya Bahasa 
Dalam persoalan gaya bahasa meliputi semua herarhi kebahasaan yaitu pilihan kata secara individual, frase, klausa, kalimat dan mencakup pula sebuah wacana secara keseluruhan (Keraf, 1984:112). 
Pengembangan bahasa melalui sastra dikatakan bersifat pribadi karena sastra itu sendiri merupakan kegiatan yang pribadi dan perorangan, ia merupakan pengungkapan apa-apa yang menjadi pilihan pribadinya, hasil seorang sastrawan melihat lingkungannya dan memandang ke dalam dirinya. 
Atar Semi (1988:49) menyatakan bahwa gaya bahasa yang digunakan oleh sastrawan, meskipun tidaklah terlalu luar biasa, adalah unik, karena selain dekat dengan watak jiwa penyair; juga membuat bahasa yang digunakannya berbeda dengan makna dan kemesraannya. Dengan gaya tertentu seorang pengarang dapat mengekalkan pengalaman rohaninya dan penglihatan batinnya, serta dengan itu pula ia menyentuh dan menggelitik hati pembacanya. Karena gaya bahasa itu berasal dari batin seorang pengarang, maka gaya bahasa yang digunakan oleh seorang pengarang dalam karyanya secara tidak langsung menggambarkan sikap dan karakteristik pengarang tersebut. 
Sedangkan Muchin Ahmadi, dkk (1984:7) mendifinisikan gaya bahasa sebagai kenyataan penggunaan bahasa (phenomena) yang istimewa dan tidak dapat dipisahkan dari cara-cara atau teknik seorang pengarang dalam merefleksikan pengalaman, bidikan, nilai-nilai kualitas, kesadaran pikiran dan pandangannya yang istimewa. Secara tentatif tetapi praktis gaya bahasa dapat dibatasi pengertian dasarnya sebagai suatu pengaturan kata-kata dan kalimat-kalimat yang paling mengekspresikan tema, ide, gagasan dan perasaan serta pengalaman pengarang. Secara garis besar gaya bahasa dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu : (1) gaya bahasa perasosiasian pikiran, dan (2) gaya bahasa penegasan, penekanan dan penguatan. 
5.2 Gaya Berbicara 
Pada dasarnya gaya bercerita juga berperan penting bagi pengarang untuk menulis cerita, di samping gaya bahasa yang dipergunakannya, karena pengertian gaya cerita atau gaya bahasa pada umumnya dapat dijelaskan sebagai salah satu metode pengarang dalam melukiskan cerita, sehingga cerita dapat menarik bagi pembaca. 
Dalam penulisan cerita, biasanya setiap pengarang mempunyai gaya yang lain daripada yang lain. Pengarang biasa memperhatikan latar tepat atau waktu sebagai pembuka atau penutup cerita, akan tetapi ada pula yang menekankan pada tokoh atau penokohannya. Oleh karena cerita bermediakan bahasa, maka gaya bercerita erat kaitannya dengan bentuk cerita yang ditumpukan dalam bentuk frase, kata, kalimat bahkan paragraf, sehingga semuanya membentuk struktur wacana cerita (Ihsan, 1990:63). 


6. Tema 
Menurut Scharbach dalam Aminuddin (1987:91), tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Lebih lanjtu Brooks berpendapat seperti yang dikutip Aminudddin (1987:72), bahwa dalam mengapresiasi suatu cerita, apresiator harus memahami ilmu humanitas, karena tema sebenarnya merupakan pendalaman dan hasil kontemplasi pengarang yang berkaitan dengan masalah kemanusian serta masalah lain yang bersifat universal. 
Tema sebagaimana pendapat Sudjiman (1988:51) merupakan sebuah gagasan yang mendasari karya sastra. Tema kadang-kadang di dukung oleh pelukisan latar, dalam karya yang lain tersirat dalam lakukan tokoh, atau dalam penokohan. Tema bahkan menjadi faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa dalam satu alur. 
Tema sebagaimana pendapat-pendapat di atas merupakan pemikiran pusat yang inklusif di dalam sebuah cerita (karya sastra). Kedudukannya menyebar pada keseluruhan unsur-unsur signifikan karya sastra. Tema tersebut ada yang dinyatakan dengan jelas, ada pula yang dinyatakan secara simbolik atau tersembunyi (Scharbach, 1963:273). Aminuddin (1987:92) merinci upaya pemahaman tema sebagai berikut:
1) Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca 
2) Memahami penokohan atau perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca. 
3) Memahami satuan peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca. 
4) Memahami plot atau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca. 
5) Menghubungkan pokok pikiran-pokok pikiran yang satu dengan yang lainnya yang disimpulkan dari satu-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita. 
6) Menentukan sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkan. 
7) Mengidentifikasikan tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak dari satuan pokok pikiran serta sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya. 
8) Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam satu dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan. 
Selain upaya pemahaman tema seperti di atas, untuk memahami tema, seorang pembaca atau paresiator perlu juga memahami latar belakang kehidupan yang diungkapkan pengarang lewat prosa fiksi yang merupakan usaha pengarang dalam memahami keseluruhan masalah kehidupan yang berhubungan dengan keberadaan seorang individu maupun dalam hubungan antara individu dengan kelompok masyarakatnya. 
Di nglambor Tepus

Senin, 15 Juni 2015

PROSES MORFOLOGIS


A. Menurut Prof. Drs.M. Ramlan
Proses Morfologis adalah proses pembentukan kata-kata dari satuan lainn yang merupakan bentuk dasarnya. Bentuk dasarnya itu bisa berupa kata, frase, kata dan kata, dan mungkin juga berupa pokok kata dan pokok kata.

B. Macam-macam Proses Morfologis
Menurut Ramlan, proses morfologis ada tiga macam yaitu proses pembubuhan afiks, proses pengulangan, dan proses pemajemukan. Namun, disamping ketiga proses itu, dalam bahasa Indonesia sebenarnya masih ada satu lagi proses morfologis yaitu proses perubahan zero.
Proses perubahan zero hanya meliputi sejumlah kata tertentu, yaitu kata makan, minum, minta dan mohon, yang semuanya termasuk golongan kata verbal yang transitif.
Kata verbal transitif ialah kata verbal yang dapat diikuti obyek dan sudah tentu dapat diubah menjadi kata verbal pasif :
membeli => dibeli
memperbaiki => diperbaiki
memperindah => diperindah
mempertemukan => dipertemukan
melebarkan => dilebarkan
memperbesar => diperbesar
menjahit => dijahit
mengarang => dikarang
membangun => dibangun
Kata verbal golongan ini ditandai dengan adanya afiks meN- seperti kelihatan pada kata-kata verbal di atas. Kata-kata makan, minum, minta, dan mohon juga termasuk golongan kata verbal yang transitif karena kata-kata ini dapat diikuti obyek, dan juga dapat dipasifkan :
makan => dimakan
minum => diminum
minta => diminta
mohon => dimohon
Tetapi sebagai kata verbal yang transitif, kata-kata tersebut tidak ditandai dengan afiks meN-, misalnya :
Ibu makan nasi di ruang makan.

Kata makan (bentuk dasar) menjadi kata makan (verba transitif) tanpa ada afiks meN- maka disebut perubahan zero, yang sebenarnya perubahan kosong atau tidak ada perubahan. Prosesnya disebut proses perubahan zero.

C. Proses Pembubuhan Afiks
Proses pembubuhan afiks adalah pembubuhan afiks pada sesuatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata.
Afiks
Kata Dasar
Kata Bentukan
ber-
jalan, susah payah, gerilya
berjalan, bersusah payah, bergerilya
men-
tulis, kenai, baca
menulis, mengenai, membaca

Selain itu, ada juga afiks yang tidak membentuk kata, melainkan membentuk pokok kata, yaitu afiks per-, -kan, dan -i.
Afiks
Kata Dasar
Pokok Kata
per-
besar, dalam, cantik
perbesar, perdalam,  percantik
-kan
baca, bangun, bawa
bacakan, bangunkan, bawakan
-i
duduk, tanam, pukul
duduki, tanami, pukuli

Satuan yang dilekati afiks atau yang menjadi dasar pembentukan bagi satuan yang lebih besar itu disebut bentuk dasar.
Kata
Bentuk Dasar
berjalan, bersusah payah, berperikemanusiaan,
jalan, susah payah, perikemanusiaan
berkemimpinan, berpakaian, berumah 
Kemimpinan, pakaian, rumah

C.1. Afiks
Afiks adalah suatu satuan gramatik terikat yang di dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata lain untuk membentuk kata baru.
Misalnya kata minuman terdiri dari dua unsur yaitu minum (kata) dan -an yang merupakan afiks, karena -an mampu melekat pada stuan satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru.
Setiap afiks merupakan satuan terikat, artinya dalam tuturan biasa tidak dapat berdiri sendiri, dan secara gramatik selalu melekat pada satuan lain.
Morfem
Kata Bentukan
Afiks
Alasan
di-
di rumah, di taman, di ruang, di kantor
bukan afiks
bersifat bebas
di-
dipukul, dibaca, dibeli, dikelola, 
afiks
terikat
ke-
ke toko, ke kamar, ke kantin, ke pasar
bukan afiks
bersifat bebas
ke-
kehendak, kekasih, kedua, ketua
afiks
terikat
-nya
rupanya, agaknya, kiranya
afiks
Hubungan dengan arti leksikalnya sudah terputus
-nya
bukunya, rambutnya, sepatunya
bukan afiks
termasuk klitik
ku, mu, nya, kau, dan isme
Bukuku, sepedamu, kepalanya, kata kau, nasionalisme
bukan afiks
termasuk klitik, karena masih memiliki makna leksikal.

Macam-macam afiks dalam bahasa Indonesia yaitu,
Prefiks
Infiks
Sufiks
meN-, ber-, di-, ter-, peN-, pe-, se-, per-, pra-, ke-, a-, maha-, para-
-el-, -er-, -em-
-kan, -an, -i, -nya, -wan, -wati, -is, -man, -da, -wi
CONTOH
CONTOH
CONTOH
mencuci, bermain, dimakan, terminum, pendidik, peminum, semalam, peternak, prasejarah, kemakan, amoral, mahakuasa, 
geletar, gerigi, gemetar
tawarkan, makanan, cintai, rupanya, wartawan, karyawati, teroris, seniman,
Selain ketiga macam afiks di atas, masih ada lagi satu bentuk afiks yaitu simulfiks, yaitu afiks yang terletak di depan dan belakang bentuk dasar.
Simulfiks ada beberapa macam, yaitu peN-an (penjahitan), pe-an (penanaman), per-an (perbintangan), ber-an (berlarian), ke-an (kekanakan), se-nya (sebesarnya), meN-kan (menyanyikan), meN-i (menyayangi).

C.2. Afiks Asli dan Afiks dari Bahasa Asing
Dari afiks-afiks diatas ternyata beberapa diataranya berasal dari bahasa asing yaitu pra-, a-, -wan, -wati, -is, -man, dan -wi. 
Namun satuan -in dan -at pada kata mmuslimin dan muslimat yang merupakan afiks dalam bahasa arab belum digolongkan menjadi afiks dalam bahasa indonesia, karena afiks tersebut belum mampu keluar dari lingungannya dan belum sangup melekat pada satuan lain yang bukan berasal dari bahasa arab.

C.3. Afiks yang Produktif dan Afiks yang Improduktif
Afiks yang produktif adalah afiks yang hidup, memiliki kesanggupan yang besar untuk melekat pada kata-kata atau morfem-morfem. Afiks yang improduktim adalah afiks yang sudah usang, yang distribusinya terbatas pada beberapa kata, yang tidak lagi membentuk kata-kata baru. 
Contoh afiks produktif yang berasal dari bahasa asing yaitu afiks -wan, bangsawan, hartawan, jutawan, dermawan, sejarahwan, negarawan, bahasawan, tatabahasawan, sukarelawan, karyawan, usahawan. Contoh afiks per-an yaitu perkoperasian, perbankan, pertokoan, perkebunan. Contoh afiks peN- an yaitu pemikiran, penghijauan, pembangunan, pengembalian, pengawetan. Contoh afiks ke-an yaitu keadilan, kewargaan, kepergian, kebersihan.
Contoh afiks improduktif misalnya afiks-man hanya terdapat pada kata seniman dan budiman. Afiks -el- , -er-, dan-em- hanya terdapat pada kata gemetar, geletar, gerigi, gerenyut, gemuruh, temali, seruling. Sedangkan sfiks -da hanya terdapat pada kata yang menyatakan hubungan kekeluargaan misal adinda, kakanda, ayahanda, nenenda, pamanda
Yang tergolong afiks produktif
Prefiks
Infiks
Sufiks
Simulfiks
meN-, ber-, di-, ter-, peN-, pe-, se-, per-, ke-, maha-, para-
-
-kan, -an, -i, -wan
ke-an, peN-an, per-an, ber-an, se-nya

Yang tergolong afiks improduktif
Prefiks
Infiks
Sufiks
Simulfiks
pra-, a-, 
-el-, -em-, -er-
-wati, -is, -man, -da, -wi
-

D. Proses Pengulangan
Proses pengulangan atau reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak hasil pengulangan disebut kata ulang, sedangkan satuan yang diulang merupakan bentuk dasar. Misalnya kata ulang rumah-rumah dari bentuk dasar rumah, kata ulang perumahan-perumahan dari bentuk dasar perumahan, kata ulang berjalan-jalan dibentuk dari bentuk dasar berjalan, kata ulang bolak-balik dibentuk dari bentuk balik.
Setiap kata ulang sudah tentu memiliki bentuk dasar. Kata-kata seperti sia-sia, alun-alun, mondar-mandir, compang-camping, huru-hara, dalam tinjauan deskriktif tidak dapat digolongkan kata ulang karena sebenarnya tidak ada satuan yang diulang, dari deretan morfologik dapat ditentukan bahwa sesungguhnya tidak ada satuan yang lebih kecil dari kata-kata tersebut.

D.1. Menentukan Bentuk Dasar Kata Ulang
Bentuk dasar adalah satuan yang diulang. Untuk menentukan bentuk dasar dalam kata ulang dapat dilakukan dengan menggunakan dua petunjuk, yaitu :
1. Pengulangan pada umumnya tidak mengubah golongan kata.
Dengan petunjuk ini, dapat ditentukan bahwa bentuk dasar bagi kata ulang yang  termasuk golongan kata nominal berupa kata nominal, bentuk dasar bagi kata ulang  yang termasuk golongan kata verbal, baik kata kerja maupun kata sifat, berupa kata  verbal, dan bentuk dasar bagi kata ulang yang termasuk golongan kata bilangan juga  berupa kata bilangan. 
Misalnya berkata-kata (kata kerja) : bentuk dasarnya adalah berkata (kata kerja) 

2. Bentuk dasar selalu berupa satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa. 
Misalnya kata ulang mempertahankan bentuk dasarnya bukan mempertahan  tetapi mempertahankan, karena mempertahan tidak terdapat dalam pemakaian bahasa

D.2. Macam-macam Pengulangan
Berdasarkan cara mengulangbentuk dasarnya, pengulangan dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu:
1. Pengulangan Seluruh
Pengulangan seluruh adalah pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa perubahan  fonem dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks.
Misalnya: sepeda => sepeda-sepeda
  buku => buku-buku
2. Pengulangan Sebagian
Penguulangan sebagian adalah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya.  Hampir semua bentuk dasar dari penggolongan ini berupa bentuk kompleks, yang  berupa bentuk tunggal hanyalah lelaki yang dibentuk dari bentuk dasar laki, tetamu  yang dibentuk dari bentuk dasar tamu.
Apabila bentuk dasar itu berupa bentuk kompleks, kemungkinan bentuknta  sebagai berikut:
a. Bentuk meN-, misalnya :
mengambil => mengambil-ambil
membaca => membaca-baca
menjalankan => menjalan-jalankan

b. Bentuk di-, misalnya :
diusai => diusai-usai
disodorkan => disodor-sodorkan
ditanami => ditanam-tanami

c. Bentuk ber-, misalnya :
berjalan => berjalan-jalan
bertemu => bertemu-temu
bersiap => bersiap-siap

d. Bentuk ter-, misalnya :
terbentuk => terbentuk-bentuk
tergoncang => tergoncang-goncang
terbalik => terbalik-balik

e. Bentuk ber-an, misalnya :
berlarian => berlari-larian
berhamburan => berhambur-hamburan
berjauhan => berjauh-jauhan

f. Bentuk -an, misalnya :
minuman => minum-minuman
makanan => makan-makanan
tumbuhan => tumbuh-tumbuhan

g. Bentuk ke-, misalnya :
kedua => kedua-dua
ketiga => ketiga-tiga
keempat => keempat-empat
3. Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks
Dalam golongan ini, bentuk dasar diulang seluruhnya dan berkombinasi dengan  proses pembubuhan afiks, pengulangan itu terjadi bersama-sama pula mendukung  satu fungsi. Misalnya kata ulang kereta-keretaan, anak-anakan, rumah-rumahan,  kehitam-hitaman, keputih-putihan,setinggi-tingginya, dan sedalam-dalamnya.
4. Pengulangan dengan perubahan fonem
Kata ulang yang pengulangannya termasuk golongan ini sebenarnya sangat  sedikit. Perubahan fonem itu terjadi pada fonem vokal, contohnya :
balik => bolak-balik “fonem /a/ menjadi /o/ dan /i/ menjadi /a/”
gerak => gerak-gerik “ fonem /a/ menjadi /i/”
robek => robak-rabik “ fonem /e/ menjadi /a/, /o/ menjadi /a/,/e/ menjadi /i/”
Selain fonem vokal, ada juga pengulangan yang mengubah fonem konsonan, yaitu :
Lauk => lauk-pauk “ fonem /l/ menjadi /p/”
Ramah => ramah-tamah “ fonem /r/ menjadi /t/”
Sayur => sayur-mayur “ fonem /s/ menjadi /m/”

E. Proses Pemajemukan
Kata majemuk adalah gabungan dua kata yang menimbulkan suatu kata baru, atau bisa juga diartikan sebagai kata yang terjadi dari dua kata sebagai unsurnya.
Misalnya : meja makan, rumah sakit, mata kaki, daya tahan, kamar tunggu, jual beli.

E.1. Ciri-ciri Kata Majemuk
1. Salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata
Pokok kata yang dimaksud adalah satuan gramatik yang tidak dapat berdiri sendiri  dalam tuturan biasa dan secara gramatik tidak memiliki sifat bebas, yang dapat  dijadikan bentuk dasar bagi satuan kata. Misalnya : juang, temu, alir, tempur, dan  lain-lain.
2. Unsur-unsurnya tidak mungkin dipisahkan, atau tidak mungkin diubah strukturnya
Misalnya : kata orang mandi dan kamar mandi, dari kedua kata ini yang termasuk  kata majemuk adalah kata kamar mandi, karena kata orang mandi bisa dipisah atau  pun disisipi dengan kata itu, sedang, sudah maupun akan.

E.2. Kata Majemuk dengan Unsur yang Berupa Morfem Unik
Morfem unik adalah morfem yang hanya mampu berkombinasi dengan satu satuan tertentu. Misalnya : simpang siur (siur), sunyi senyap (senyap), gelap gulita (gulita), terang benderang (benderang).
PROSES MORFOLOGIS

A. Menurut Abdul Chaer
Prose morfologis adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan affiks, pengulangan, penggabungan, pemendekan, dan pengubahan status. Proses morfologi melibatkan empat komponen, yaitu : bentuk dasar, alat pembentuk, makna gramatikal, dan hasil proses pembentukan.

B. Bentuk Dasar
Bentuk dasar adalah bentuk yang kepadanya dilakukan proses morfologi itu. Bentuk dasar dapat berupa akar seperti baca, pahat, dan juang pada kata membaca, memahat, dan berjuang. Selain itu, bentuk dasar juga bisa berupa bentuk polimorfemis, seperti bentuk bermakna, berlari, dan jual beli dalam kata kebermaknaan, berlari-lari, dan berjual beli. Bentuk dasar dari pelajar adalah belajar, dan bentuk dasar dari pengajar adalah mengajar, karena makna gramatikal dari pelajar adalah orang yang belajar, sedangkan makna gramatikal dari pengajar adalah orang yang mengajar.

C. Pembentuk Kata
Komponen kedua dalam proses morfologis adalah alat pembentuk kata, yaitu afiks (proses afiksasi), pengulangan (proses reduplikasi), penggabungan (proses komposisi), dan pemendekan (proses konversi).
C.1. Alat Pembentuk Afiks (Proses Afiksasi)
Dalam proses afiksasi sebuah afiks diimbuhkan pada bentuk dasar, sehingga hasilnya menjadi sebuah kata. Afiks dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :
a. Prefiksasi
Prefiks yaitu proses pembubuhan prefiks, proses ini dilakukan oleh prefiks ber-, me-,  di-, ter-, ke-, dan se-.
b. Konfiksasi
Konfiksasi yaitu proses pembubuhan konfiks, proses ini dilakukan oleh konfiks pe-an,  per-an,  ke-an, se-nya, dan ber-an.

c. Sufiksasi
Sufiksasi adalah proses pembubuhan sufiks, proses ini dilakukan oleh sufiks -an,  -kan, dan -i.
d. Infiksasi
Infiksasi adalah proses pembubuhan infiks, proses ini dilkukan oleh infiks -el-, -em-,  dan -er-.
C.2. Alat Pembentuk Pengulangan (Proses Reduplikasi)
Proses reduplikasi adalah pengulangan bentuk dasar. Hasil dari proses reduplikasi disebut kata ulang. Pengulangan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pengulangan secara utuh, pengulangan dengan pengubahan bunyi vokal maupun konsonan, dan pengulangan sebagian.
C.3. Alat Pembentuk Penggabungan (Proses Komposisi)
Proses komposisi adalah penggabungan sebuah bentuk pada bentuk dasar. Proses ini juga banyak digunakan dalam pembentukan kata, misal kata merah, menjadi merah darah, merah jambu, merah marun, dan merah bata.
C.4. Alat Pembentuk Abreviasi (Proses Akronimisasi)
Disebut abreviasi khusus karena semua abreviasi menghasilkan akronim. Abreviasi dari bentuk Sekolah Menengah Atas adalah SMA (bukan akronim), tetapi abreviasi dari bentuk Jakarta Bogor Ciawi adalah Jagorawi (akronim)
C.5. Alat Pembentuk Kata Pengubahan Status (Proses Konversi)
Alat kelima dalam pembentukan kata adalah pengubahan status dalam proses yang disebut konversi. Misalnya, bentuk gunting yang berstatus nomina dalam kalimat “gunting ini terbuat dari baja”, dapat berubah statusnya menjadi bentuk yang berstatus verba, yaitu pada kalimat “gunting dulu kertasnya, baru kamu lem”.

D. Hasil Proses Pembentukan
Proses pembentukan kata mempunyai dua hasil yaitu bentuk dan makna gramatikal. Keduanya memiliki kaitan yang amat erat yaitu bentuk merupakan wujud fisiknya dan makna gramatikal merupakan isi dari wujud fisik.
Wujud fisik dari hasil proses afiksasi disebut kata berafiks (kata berimbuhan, turunan atau kata terbitan), dari proses reduplikasi disebut kata ulang (bentuk ulang), dari proses komposisi disebut kata gabung (gabungan kata, kelompok kata, atau kata majemuk).

E. Makna Gramatikal
Makna gramatikal berbeda dengan makna leksikal, makna gramatikal baru muncul ketika sudah dalam proses gramatika, baik proses morfologis maupun sintaksis. Setiap makna gramatikal dari suatu proses morfologi akan menampakkan makna/bentuk dasarnya.

TAHAP PEMBENTUKAN
1.) Pembentukan Setahap
Pembentukan setahap terjadi kalau bentuk dasarnya berupa akar atau morfem dasar  baik bebas maupun terikat.
me- beli => membeli
ber- + air => berair
2.) Pembentukan Bertahap
Pembentukan bertahap terjadi kalau bentuk dasar yang mengalami proses morfologi itu berupa bentuk polimorfemis yang sudah menjadi kata, baik kata berimbuhan, berulang, maupun kata gabung. Pembentukan tahap ini terjadi pada bentuk dasar yang sudah merupakan hasil dari proses pembentukan sebelumnya.
ber- + pakaian => berpakaian
Mem- + berlakukan => memberlakukan
Dalam pembentukan bertahap banyak terjadi dalam kombinasi proses, antara afiksasi dengan reduplikasi, antara reduplikasi dengan afiksasi, antara komposisi dengan komposisi, antara komposisi dengan afiksasi, dan antara komposisi dengan reduplikasi.
3.) Pembentukan Kata yang Prosesnya Melalui Bentuk Perantara
Misalnya dalam kata pengajar dan pelajar.
 Mengajar (me- + ajar)   pengajar, pengajaran
Ajar
Belajar (ber- + ajar)  pelajar, pelajaran


BENTUK INFLEKTIF DAN DERIVATIF
Dalam pembentukan kata inflektif identitas leksikal kata yang dihasilkan sama dengan identitas leksikal bentuk dasarnya. Sedangkan dalam pembentukan kata derivatif identitas bentuk yang dihasilkan tidak sama dengan identitas leksikal bentuk dasarnya.
Kasus inflektif dalam bahasa Indonesia hanya terdapat dalam pembentukan verba transitif (prefiks me- untuk verba transitif aktif, dengan prefiks di- untuk verba transitif pasif tindakan, dengan prefiks ter- untuk verb transitif pasif keadaan, dan dengan prefiks zero untuk verba interaktif).
Bentuk dasarnya dapat berupa :
(1) Pangkal verba akar yang memiliki komponen makna, seperti baca, beli, dan tulis
(2) Pangkal bersufiks -kan, seperti selipkan, daratkan, dan lewatkan
(3) Pangkal bersufiks -i, seperti lalui, tangisi, dan nasehati
(4) Pangkal berprefiks per-, seperti perpanjang, perluas, dan pertinggi
(5) Pangkal berkonfiks per-kan, seperti persembahkan, pertemukan, dan pertukarkan
(6) Pangkal berkonfiks per-i, seperti perbaiki, berbarui, dan persenjatai.
Keenam tipe pangkal itu dapat diberi afiks me-, di-, ter-, dan zero.
Berhubungan dengan verba inflektif, ada catatan penting :
Pertama, di samping adanya prefiks me-inflektif (me-1), prefiks di-inflektif (di-1), dan prefiks ter-inflektif (ter-1), ada juga prefiks me-derivatif (me-2), prefiks di-derivatif (di-2), dan ter-derivatif (ter-2).
Indikator untuk mengenal verba derivatif adalah bahwa prefiks me- pada kata itu tidak dapat diganti dengan prefiks di- maupun prefiks ter-. Sedangkan pada verba inflektif, prefiks me- yang dimiliki dapat dipertukarkan dengan prefiks di- tau ter-.
Kedua, prefiks di-inflektif dapat ditukar dengan pronomina persona (saya, kami, kita, bapak, ibu, adik, kakak, dan lain-lain).

PRODUKTIVITAS PROSES
Produktivitas dalam proses pembentukan kata adalah dapat tidaknya sebuah proses dilakukan secara berulang-ulang dalam pembentukan kata. Proses afiksasi merupakan proses yang sangat produktif, namun proses konversi dan akronimisasi cukup terbatas.