A. SINOPSIS
NOVEL SITI NURBAYA
Siti Nurbaya atau yang kerap disapa dengan Nurbaya adalah seorang gadis Padang yang baru berumur kurang lebih 15 tahun, ia anak dari seorang saudagar kaya di Padang yang bernama Baginda Sulaiman. Baginda Sulaiman memiliki beberapa toko yang besar, kebun yang lebar serta beberapa perahu di laut. Siti Nurbaya sudah tidak memiliki ibu, ibunya telah meninggal dunia. Selama ini ia hidup bersama dengan ayahnya, ia tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita serta baik budi pekertinya. Siti Nurbaya juga memiliki seorang sahabat yang sudah dianggap sebagai saudara kandungnya. Ia bernama Samsulbahri atau yang akrab disapa dengan Samsu. Sekarang ia sudah duduk di kelas 7 Sekolah Belanda Pasar Ambacang, Samsu merupakan sosok laki-laki yang tertib, sopan santun, dan halus pula bahasanya. Ia juga dikenal sebagai anak yang pandai, oleh sebab itu gurunya mengusulkan agar ia melanjutkan pelajarannya pada Sekolah Dokter Jawa di Jakarta. Ayah Samsu bernama Sutan Mahmud Syah seorang yang berpangkat dan berbangsa tinggi, sedangkan ibunya bernama Sitti Maryam.
Samsu dan Nurbaya selalu menghabiskan waktunya bersama-sama, mulai dari berangkat sekolah, pulang sekolah dan bermain bersama. Mereka nampak seperti saudara kandung saja karna saking dekatnya, mereka juga memiliki dua orang sahabat yang bernama Zainul Arifin, anak Hopjaksa Sutan Pamuncak dan sahabat yang kedua bernama Muhammad Bakhtiar, dia adalah anak dari guru kepala sekolah Bumiputera kelas II di Belakang Tangsi. Sebentar lagi mereka akan pergi ke Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya. Arifin dan Samsu ke Sekolah Dokter Jawa, sedangkan Bakhtiar pada Sekolah Opseter (KWS).
Menjelang tiga bulan keberangkatan Samsu, Bakhtiar, dan Arifin ke Jakarta, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan bersama ke gunung Padang. Setelah hari yang dijanjikan itu tiba, berangkatlah mereka ke gunung Padang. Semenjak kejadian di gunung Padang itu, ternyata Samsu dan Nurbaya saling mencintai tanpa mereka sadari, rasa yang awal mulanya hanya sebgai kakak adik lama kelamaan berubah menjadi rasa cinta seperti sepasang kekasih. Pada malam pelepasan Samsu untuk pergi ke Jakarta, ia dan Nurbaya pun saling berjanji untuk setia dan saling menunggu hingga Samsu lulus dari sekolah Dokternya di Jakarta.
Namun, setahun setelah kepergian Samsu ke Jakarta, datanglah musibah dikeluarga Nurbaya. Perniagaan, perkebunan, dan pelayaran ayahnya sedang mencapai pada puncak kejayaan. Hal itu menyebabkan timbul rasa iri pada benak Datuk Meringgih yang juga merupakan orang terkaya di kampungnya. Datuk Meringgih merupakan seorang yang sudah tua renta, wajahnya pun buruk. Selain itu, ia juga berwatak bakhil, loba, dan tamak. Karena ia merasa iri kepada keberhasilan ayah Nurbaya yaitu Baginda Sulaiman, maka ia menyuruh anak buahnya untuk menghancurkan usaha yang dibangun oleh Baginda Sulaiman. Ia membakar toko Baginda Sulaiman, setelah itu ia juga menyuruh anak buahnya untuk menenggelamkan kapal Baginda, tak puas sampai itu, ia pun juga mengobati seluruh tanaman yang ada di perkebunan Baginda Sulaiman yang akhirnya semua tanaman itupun mati.
Kejadian itu membuat Baginda Sulaiman merugi, dan tak cukup sampai itu, ketika Baginda Sulaiman membutuhkan dana untuk membangun usahanya kembali, Datuk berpura-pura meminjami Baginda Sulaiman uang dengan bunga yang cukup tinggi, alhasil bukannya ia berhasil membangun kembali perniagaannya, malah hutangnya pada Datuk bertambah banyak karena ia tak bisa membayar hingga jatuh tempo perjanjian. Datuk meminta agar Baginda Sulaiman segera melunasi hutangnya itu, namun karena ia tidak bisa melunasinya maka Datuk meminta agar segala aset kekayaan yang dimiliki oleh Baginda Sulaiman disita. Jika ia tidak mau menyerahkan aset kekayaannya, maka ia ingin agar anaknya yaitu Siti Nurbaya menikah dengannya. Jika Baginda Sulaiman tidak mau menyerahkan aset kekayaan dan tidak mau menyerahkan anaknya untuk menjadi istri Datuk Meringgih, maka Datuk akan menjebloskan Baginda Sulaiman ke dalam penjara. Akhirnya, karena Nurbaya merasa kasihan kepada ayahnya, ia pun bersedia menikah dengan Datuk Meringgih, seorang laki-laki yang seharusnya lebih pantas menjadi kakeknya itu.
Mendengar kabar bahwa Nurbaya menikah dengan Datuk Meringgih, Samsu pun merasa sedih dan amat sangat terpukul. Tatkala ia pulang ke Padang dan mendengar bahwa ayah Nurbaya sakit, ia pun menjenguknya. Di sanalah ia bertemu dengan Nurbaya, mereka saling bertukar cerita dan saling menumpahkan kesedihan. Ketika mereka sedang duduk di taman depan rumah Nurbaya, mereka saling bercanda dan Samsu pun mencium Nurbaya, tiba-tiba datanglah Datuk Meringgih mencaci maki mereka berdua. Disitulah terjadi kerusuhan dan menyebabkan Baginda Sulaiman merasa kaget dan memaksa tubuhnya yang sedang sakit untuk keluar rumah, tatkala ia sedang menuruni tangga, tiba-tiba terjatuhlah ia dari tangga dan akhirnya ia meninggal dunia.
Peristiwa itu juga menyebabkan ayahanda Samsu Sutan Mahmud menjadi amat sangat marah. Ia mencaci anaknya si Samsu karna sudah mencemarkan nama baiknya. Sejak kejadian itu, Sutan Mahmud sudah tidak mau lagi mengakui Samsu sebagai anaknya. Lalu Samsu memutuskan untuk pergi dari rumah dan kembali ke Jakarta.
Kejadian di Padang itu tak hanya menyebabkan Baginda Sulaiman meninggal, namun ibunda Samsu yaitu Sitti Maryam juga menjadi sakit karena memikirkan anak kesayangannya itu. Di Jakarta, Samsu juga merasa sedih, sedih karena kekasih yang amat dicintainya terpaksa menikah dengan Datuk, sedih karena ia diusir oleh ayahnya, dan sedih tatkala ia mendengar bahwa ibundanya sakit keras karena memikirkan nasibnya. Beberapa waktu setelah kejadian itu, Nurbaya memutuskan untuk pergi ke Jakarta diantar oleh Pak Ali kusir si Samsu yang sangat menyayangi Samsu seperti anaknya sendiri itu. Tatkala di kapal, Nurbaya hampir dicelakai oleh orang suruhan Datuk, ia hampir dilemparkannya ke laut.
NOVEL SITI NURBAYA
Siti Nurbaya atau yang kerap disapa dengan Nurbaya adalah seorang gadis Padang yang baru berumur kurang lebih 15 tahun, ia anak dari seorang saudagar kaya di Padang yang bernama Baginda Sulaiman. Baginda Sulaiman memiliki beberapa toko yang besar, kebun yang lebar serta beberapa perahu di laut. Siti Nurbaya sudah tidak memiliki ibu, ibunya telah meninggal dunia. Selama ini ia hidup bersama dengan ayahnya, ia tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita serta baik budi pekertinya. Siti Nurbaya juga memiliki seorang sahabat yang sudah dianggap sebagai saudara kandungnya. Ia bernama Samsulbahri atau yang akrab disapa dengan Samsu. Sekarang ia sudah duduk di kelas 7 Sekolah Belanda Pasar Ambacang, Samsu merupakan sosok laki-laki yang tertib, sopan santun, dan halus pula bahasanya. Ia juga dikenal sebagai anak yang pandai, oleh sebab itu gurunya mengusulkan agar ia melanjutkan pelajarannya pada Sekolah Dokter Jawa di Jakarta. Ayah Samsu bernama Sutan Mahmud Syah seorang yang berpangkat dan berbangsa tinggi, sedangkan ibunya bernama Sitti Maryam.
Samsu dan Nurbaya selalu menghabiskan waktunya bersama-sama, mulai dari berangkat sekolah, pulang sekolah dan bermain bersama. Mereka nampak seperti saudara kandung saja karna saking dekatnya, mereka juga memiliki dua orang sahabat yang bernama Zainul Arifin, anak Hopjaksa Sutan Pamuncak dan sahabat yang kedua bernama Muhammad Bakhtiar, dia adalah anak dari guru kepala sekolah Bumiputera kelas II di Belakang Tangsi. Sebentar lagi mereka akan pergi ke Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya. Arifin dan Samsu ke Sekolah Dokter Jawa, sedangkan Bakhtiar pada Sekolah Opseter (KWS).
Menjelang tiga bulan keberangkatan Samsu, Bakhtiar, dan Arifin ke Jakarta, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan bersama ke gunung Padang. Setelah hari yang dijanjikan itu tiba, berangkatlah mereka ke gunung Padang. Semenjak kejadian di gunung Padang itu, ternyata Samsu dan Nurbaya saling mencintai tanpa mereka sadari, rasa yang awal mulanya hanya sebgai kakak adik lama kelamaan berubah menjadi rasa cinta seperti sepasang kekasih. Pada malam pelepasan Samsu untuk pergi ke Jakarta, ia dan Nurbaya pun saling berjanji untuk setia dan saling menunggu hingga Samsu lulus dari sekolah Dokternya di Jakarta.
Namun, setahun setelah kepergian Samsu ke Jakarta, datanglah musibah dikeluarga Nurbaya. Perniagaan, perkebunan, dan pelayaran ayahnya sedang mencapai pada puncak kejayaan. Hal itu menyebabkan timbul rasa iri pada benak Datuk Meringgih yang juga merupakan orang terkaya di kampungnya. Datuk Meringgih merupakan seorang yang sudah tua renta, wajahnya pun buruk. Selain itu, ia juga berwatak bakhil, loba, dan tamak. Karena ia merasa iri kepada keberhasilan ayah Nurbaya yaitu Baginda Sulaiman, maka ia menyuruh anak buahnya untuk menghancurkan usaha yang dibangun oleh Baginda Sulaiman. Ia membakar toko Baginda Sulaiman, setelah itu ia juga menyuruh anak buahnya untuk menenggelamkan kapal Baginda, tak puas sampai itu, ia pun juga mengobati seluruh tanaman yang ada di perkebunan Baginda Sulaiman yang akhirnya semua tanaman itupun mati.
Kejadian itu membuat Baginda Sulaiman merugi, dan tak cukup sampai itu, ketika Baginda Sulaiman membutuhkan dana untuk membangun usahanya kembali, Datuk berpura-pura meminjami Baginda Sulaiman uang dengan bunga yang cukup tinggi, alhasil bukannya ia berhasil membangun kembali perniagaannya, malah hutangnya pada Datuk bertambah banyak karena ia tak bisa membayar hingga jatuh tempo perjanjian. Datuk meminta agar Baginda Sulaiman segera melunasi hutangnya itu, namun karena ia tidak bisa melunasinya maka Datuk meminta agar segala aset kekayaan yang dimiliki oleh Baginda Sulaiman disita. Jika ia tidak mau menyerahkan aset kekayaannya, maka ia ingin agar anaknya yaitu Siti Nurbaya menikah dengannya. Jika Baginda Sulaiman tidak mau menyerahkan aset kekayaan dan tidak mau menyerahkan anaknya untuk menjadi istri Datuk Meringgih, maka Datuk akan menjebloskan Baginda Sulaiman ke dalam penjara. Akhirnya, karena Nurbaya merasa kasihan kepada ayahnya, ia pun bersedia menikah dengan Datuk Meringgih, seorang laki-laki yang seharusnya lebih pantas menjadi kakeknya itu.
Mendengar kabar bahwa Nurbaya menikah dengan Datuk Meringgih, Samsu pun merasa sedih dan amat sangat terpukul. Tatkala ia pulang ke Padang dan mendengar bahwa ayah Nurbaya sakit, ia pun menjenguknya. Di sanalah ia bertemu dengan Nurbaya, mereka saling bertukar cerita dan saling menumpahkan kesedihan. Ketika mereka sedang duduk di taman depan rumah Nurbaya, mereka saling bercanda dan Samsu pun mencium Nurbaya, tiba-tiba datanglah Datuk Meringgih mencaci maki mereka berdua. Disitulah terjadi kerusuhan dan menyebabkan Baginda Sulaiman merasa kaget dan memaksa tubuhnya yang sedang sakit untuk keluar rumah, tatkala ia sedang menuruni tangga, tiba-tiba terjatuhlah ia dari tangga dan akhirnya ia meninggal dunia.
Peristiwa itu juga menyebabkan ayahanda Samsu Sutan Mahmud menjadi amat sangat marah. Ia mencaci anaknya si Samsu karna sudah mencemarkan nama baiknya. Sejak kejadian itu, Sutan Mahmud sudah tidak mau lagi mengakui Samsu sebagai anaknya. Lalu Samsu memutuskan untuk pergi dari rumah dan kembali ke Jakarta.
Kejadian di Padang itu tak hanya menyebabkan Baginda Sulaiman meninggal, namun ibunda Samsu yaitu Sitti Maryam juga menjadi sakit karena memikirkan anak kesayangannya itu. Di Jakarta, Samsu juga merasa sedih, sedih karena kekasih yang amat dicintainya terpaksa menikah dengan Datuk, sedih karena ia diusir oleh ayahnya, dan sedih tatkala ia mendengar bahwa ibundanya sakit keras karena memikirkan nasibnya. Beberapa waktu setelah kejadian itu, Nurbaya memutuskan untuk pergi ke Jakarta diantar oleh Pak Ali kusir si Samsu yang sangat menyayangi Samsu seperti anaknya sendiri itu. Tatkala di kapal, Nurbaya hampir dicelakai oleh orang suruhan Datuk, ia hampir dilemparkannya ke laut.
Ketika sudah tiba di pelabuhan, Nurbaya masih saja terbaring di ruangan khusus orang sakit di kapal, Samsu mencarinnya kesana kemari dan akhirnya ketemu juga pujaan hatinya itu. Samsu sedih melihat nasib kekasihnya itu, setelah mereka berbincang sebentar, datanglah seorang polisi yang hendak menangkap Nurbaya karena dituduh sudah membawa lari harta Datuk Meringgih. Akhirnya setelah beberapa hari di Jakarta, terpaksa ia pulang ke Padang untuk menyelesaikan segala urusannya itu. Tatkala Nurbaya diperiksa di Padang, ia pun terbukti tidak bersalah.
Mendengar kabar dari Padang yang menyatakan Nurbaya tak bersalah, ia pun merasa senang dan bahagia, terlebih ketika ia mendengar bahwa Nurbaya akan lekas kembali ke Jakarta. Pada suatu malam, ketika Nurbaya dan sepupunya Alimah sedang duduk di serambi rumah, ia mendengar ada orang berjualan kue, karena Nurbaya merasa lapar, ia memutuskan untuk membeli beberapa biji. Alimah merasa janggal melihat tukang kue yang larut malam masih berjualan, tak seperti biasanya ada tukang kue di kampungnya apalagi hingga larut malam. Ketika Nurbaya memakan kue itu, ia merasa pening dan akhirnya ia dibawa Alimah ke ranjang untuk tidur. Setelah beberapa saat, terpejamlah mata Nurbaya, dan saat itulah Alimah sadar bahwa saudaranya ini telah meninggal, dan penyebabnya adalah makan kue yang diracuni oleh tukang kue tadi yang tak lain adaalah orang suruhan Datuk Meringgih. Ibunda Samsu yang mendengar bahwa Nurbaya telah meninggal tak kuasa pula menahan sedih, wanita yang amat sangat dicintai oleh anaknya itu telah berpulang ke Rahmatullah. Sitti Maryam pun tak kuasa menahan beban pikiran dan sakit hati yang mendalam, ia pun akhirnya meninggal dunia. Tepat dalam satu hari itu, dua orang wanita yang sangat dicintai Samsu telah berpulang ke Rahmatullah untuk selamanya.
Kabar meninggalnya Nurbaya dan Sitti Maryam pun sampai juga ditelinga Samsu lewat surat kawat. Hal itu membuat Samsu sangat sedih dan berputus asa, ia kemudian membalas surat kawat ayahnya dan mengatakan akan segera menyusul Bunda dan Nurbaya. Pada suatu hari, ia mencoba melakukan aksi bunuh diri dengan menembakkan pistolnya tepat di kepalanya, namun aksi itu digagalkan oleh sahabatnya Arifin, peluru yang ia tembakkan tidak mengenai otaknya, hanya merusak sebagian tulang kepalanya. Namun, Samsu ingin agar semua orang mengatakan bahwa Samsu sudah mati karena bunuh diri, ia tidak ingin orang tahu bahwa ia masih hidup. Semenjak kejadian itu, ia selalu mencoba mencari cara agar ia mendapat kematian, mulai dari mencoba menggantung diri, meminum racun, dan ikut berperang ketika ia menjadi tentara setelah memutuskan untuk keluar dari sekolah Dokternya, selain itu ia juga mengganti namanya menjadi Mas yang sejatinya hanyalah kebalikan dari namanya yaitu Sam. Namun, semua yang ia lakukan itu tak pernah membuat keinginannya untuk mati itu terkabul, malah ia mendapat bintang dan naik pangkat menjadi letnan, maka terkenal lah ia dengan sebutan Letnan Mas.
Pada suatu hari ketika Pemerintah Belanda memutuskan untuk meminta pungutan Belasting di Padang, terjadilah kerusuhan karena masyarakat di sana tidak mau membayar. Datuk Meringgih yang merupakan orang terkaya di kampungnya merasa sangat keberatan kalau hartanya harus dibagi-bagikan kepada Pemerintah Belandaa, ia pun menjadi profokator dalam upaya penolakan pajak Belasting.
Letnan Mas bersama kawannya bernama Letnan Van Sta ditugasi memimpin anak buahnya memadamkan pemberontakkan mengenai masalah belasting (pajak). Sesampainya di Padang dan sebelum terjadi pertempuran, pergilah Letnan Mas ke makam ibu dan kekasihnya di Gunung Padang. Dalam pertempuran dengan pemberontak itu, bertemulah Letnan Mas dengan Datuk Maringgih yang termasuk sebagai salah satu pemimpin pemberontak itu. Setelah bercekcok sebentar, maka ditembaklah Datuk Maringgih oleh Letnan Mas, sehingga menemui ajalnya. Tetapi sebelum meninggal Datuk Maringgih masih sempat membalasnya. Dengan ayunan pedangnya, kenalah kepala Letnan Mas yang menyebabkan ia rebah. Ia rebah di atas timbunan mayat, dan yang antara lain terdapat mayat Pendekar Empat dan Pendekar Lima yang tak lain adalah orang suruhan Datuk untuk membunuh kekasih Samsu yaitu Nurbaya.
Kemudian Letnan Mas pun diangkut ke rumah sakit. Karena dirasakannya bahwa ia tak lama lagi hidup di dunia ini, maka Letnan Mas minta tolong kepada dokter yang merawatnya agar dipanggilkan penghulu di Padang yang bernama Sutan Mahmud Syah, karena dikatakannya ada masalah yang sangat penting. Setelah Sutan Mahmud Syah datang, maka Letnan Mas pun berkata kepadanya bahwa Samsulbahri masih hidup dan sekarang berada di Padang untuk memadamkan pemberontakan, tetapi kini ia sedang dirawat di rumah sakit karena luka-luka yang dideritanya. Dikatakannya pula kepadanya, bahwa Samsulbahri sekarang bernama Mas, yakni kebalikan dari kata Sam, dan berpangkat Letnan. Akhirnya disampaikan pula kepada Sutan Mahmud Syah, bahwa pesan anaknya kalau ia meninggal, ia minta di kebumikan di gunung Padang diantara makam Siti Nurbaya dan Sitti Maryam. Setelah berkata itu, maka Letnan Mas meninggal.
Setelah hal itu, ditanyakan oleh Sutan Mahmud Syah kepada dokter yang merawatnya, barulah Sutan Mahmud Syah mengetahui bahwa yang baru saja meninggal itu adalah anaknya sendiri, yakni Letnan Mas alias Samsul Bahri. Kemudian dengan upacara kebesaran, baik pihak pemerintah maupun dari penduduk Padang, dimakamkanlah jenazah Letnan Mas atau Samsul Bahri itu diantara makam Siti Maryam dan Siti Nurbaya seperti yang dimintanya.
Sepeninggal Samsul Bahri, karena sesal dan sedihnya maka meninggal pula Sutan Mahmud Syah beberapa hari kemudian. Jenazahnya dikebumikan didekat makam isterinya, yakni Sitti Maryam. Dengan demikian di kuburan gunung Padang terdapat lima makam yang berjajar dan berderet, yakni makam Baginda Sulaiman, Siti Nurbaya, Samsul Bahri, Sitti Maryam dan Sutan Mahmud Syah. Beberapa bulan kemudian berziarahlah Zainularifin dan Baktiar telah lulus dalam ujiannya sehingga masing-masing telah menjadi dokter san opseter. Setelah beberapa saat di sana, mereka memutuskan untuk pulang dan memberi sedekah kepada fakir yang ada di sana serta meminta mereka untuk mengaji di samping kelima kuburan di gunung Padang itu.
B. ANALISIS UNSUR INTRINSIK
1. Unsur Intrinsik
a) Tema
Kasih dan cinta sejati itu adalah kesetiaan dan kepercayaan antara pasangan mulai ketika mereka bertemu hingga ajal menjemput sekalipun.
b) Plot/Alur
Plot atau alur yang digunakan dalam novel Siti Nurbaya adalah alur kronologis atau progresif atau lebih dikenal dengan alur maju.
Pengarang benar-benar menceritakan dari tahap awal yaitu memperkenalkan tokoh-tokohnya, latar belakang sosial budayanya, sekaligus mulai menceritakan latar tempat dan waktunya.
Kemudian, cerita dilanjutkan dengan mulai muncul konflik ketika tokoh Nurbaya harus berpisah dengan Samsu, lalu konflik mulai bertambah rumit ketika perniagaan ayah Nurbaya kebakaran akibat perbuatan Datuk Meringgih, dan ayah Nurbaya pun meminjam uang dan tidak bisa mengembalikannya.
Dari cerita itu kemudian muncul konflik baru yang menjadikan konflik menuju puncaknya atau klimaks, yaitu ketika Nurbaya harus menikah dengan Datuk, kemudian ayah Nurbaya meninggal dunia. Konflik juga menjadi tambah klimaks ketika Nurbaya dan ibunda Samsu meninggal dunia.
Lalu, cerita mulai menuju tahap peleraian ketika Samsu membunuh Datuk dan Datuk juga membunuh Samsu ketika peperangan di Padang. Akhirnya cerita ini benar-benar selesai dengan diakhiri meninggalnya Sutan Mahmud Syah.
c) Tokoh Penokohan
Nama Tokoh
Jenis
Watak
Siti Nurbaya
Tokoh utama
(Tokoh protagonis)
Lemah lembut, penyayang, tutur bahasanya halus, sopan dan santun, baik hati, setia kawan, patuh terhadap orang tua.
Samsulbahri
Tokoh tambahan utama ((Tokoh protagonis)
Orangnya pandai, tingkah lakuya sopan dan santun, halus budi bahasanya, dapat dipercaya, gigih, penyayang, dan setia kawan.
Datuk Meringgih
Tokoh tambahan
(Tokoh antagonis)
kikir, picik, penghasut, kejam, sombong, bengis, mata keranjang, penipu, dan selalu memaksakan kehendaknya sendiri.
Sutan Mahmud Syah (ayah Sam)
Tokoh tambahan
(Tokoh protagonis)
Bijaksana, sopan, ramah, adil, penyayang, pemarah, egois, setia.
Sitti Maryam (ibunda Sam)
Tokoh tambahan
(Tokoh protagonis)
Bijaksana, sopan, ramah, adil, penyayang.
Baginda Sulaiman (ayah Nurbaya)
Tokoh tambahan
(Tokoh protagonis)
Bijaksana,sopan, ramah, adil, penyayang, pantang menyerah.
Zainul Arifin
Tokoh tambahan
(Tokoh protagonis)
Baik, usil, setia kawan, penyayang.
Muhammad Bakhtiar
Tokoh tambahan
(Tokoh protagonis)
Baik, sabar, setia kawan, rakus, penyayang.
Kusir Ali
Tokoh tambahan
(Tokoh protagonis)
Baik, sabar, setia, penyayang.
Alimah
Tokoh tambahan
(Tokoh protagonis)
Bijaksana, baik, sopan, penyayang.
Ahmad Maulana
Tokoh tambahan
(Tokoh protagonis)
Setia, baik, bijaksana, bertanggung jawab.
Fatimah
Tokoh tambahan
(Tokoh protagonis)
Baik, penyabar, setia.
Pendekar empat
Tokoh tambahan
(Tokoh antagonis)
Jahat, patuh, kejam, keji
Pendekar lima
Tokoh tambahan
(Tokoh antagonis)
Jahat, patuh, kejam, keji
Letnan Van Sta
Tokoh tambahan
(Tokoh protagonis)
Baik, setia kawan, tanggung jawab
Dokter
Tokoh tambahan
Baik
Rukiah
Tokoh tambahan
(Tokoh antagonis)
Jahat, keras, egois, kejam
Rubiah
Tokoh tambahan
penurut
Sutan Hamzah
Tokoh tambahan
(Tokoh antagonis)
Jahat, tidak setia, egois, kejam
d) Latar/Setting
Latar Tempat
Latar Waktu
Latar Sosial Budaya
di Padang Sumatera Barat, di rumah Nurbaya, di sekolah Dokter Jawa, di gunung Padang, di di atas kapal, di atas bendi, di Jakarta, di warung, di kebun kelapa, di kantor pos, di muka sekolah Belanda Pasar Ambacang
di pagi hari, di siang hari, di malam hari, di kala senja, pukul satu siang, latar waktu pada novel sekitar tahun 1920an, zaman pemerintahan Belanda
Latar sosial budaya masyarakat Padang, yaitu identik dengan perempuan membeli laki-laki, laki-laki boleh menikah dan beristeri banyak serta tidak ada tanggungan untuk membiayai anak isterinya, melainkan kemenakannya. Laki-laki juga diberi kebebasan untuk bersekolah dan mengembangkan wawasannya. Sedangkan kaum perempuan tidak boleh bersekolah, tidak memiliki kebebasan untuk memajukan hidupnya, mereka hanya boleh di rumah dan mengurusi anak.
e) Sudut Pandang
Sudut pandang orang ketiga serba tahu.
f) Gaya Bahasa
Gaya Bahasa
Contoh Kalimat
Bahasa Melayu tinggi
“Karena tak dapat tidur lagi, terkenanglah aku akan Nurbaya dan Ibuku. Negri dan kampung halamanku kita, serta timbulah hasrat yang amat dalam hatiku, hendak pulang menemui mereka sekalian dan menyesallah aku, tiada dapat pergi mengantarkan Nurbaya pulang ke Padang, baru-baru ini. Belun pernah keinginan hatiku hendak pulang sekeras tadi malam. Dimukaku terbayang pula segala kesukaan dan kesusahan, yang telah kurasai, sejak kita berjalan-jalan ke Gunung Padang. Makin ku ingat nurbaya, makin khawatir hatiku dan makin terasa pula olehku alpa dan lengahku, melepaskan dia seorang diri, kembali kedalam mulut harimau itu. Terkadang-kadang khawatir hatiku itu menimbulkan perasaan, sebagai benar Nurbaya mendapat celaka.” (SN:263)
Simile
Pipinya sebagai pauh dilayang .... (SN:2)
... dadaku bagaikan pecah dan leherku bagai terkunci. (SN:137)
... aku membasahi kepalaku yang masih panas, sebagai besi menyala. (SN:138)
Badannya sebagai gajah. (SN:163)
Metafora
Uang itulah kekasihnya, uang itulah Tuhannya. (SN:97)
Hiperbola
... Betapakah rasa hatiku? Hancur luluh... (SN:82)
... karena air mataku yang bercucuran. (SN:137)
Personifikasi
... Akan tetapi waktu itu tiada mengindahkan perubahan dan pertukaran ini, melainkan berjalanlah ia terus-menerus... (SN:128)
Depersonifikasi
Hanya bila aku diberikan kepadanya, raksasa buas ini, bolehlah ayahku membayar hutang itu, bila ada uangnya. (SN:135)
...tersenyumlah Datuk Meringgih... sebagai senyum seekor harimau yang hendak menerkam mangsanya. (SN:139)
Dibuangnya aku, sebagai melemparkan sampah ke pelimbahan. (SN:171)
Tabiatmu lebih jahat dari tabiat binatang yang buas. (SN:183)
Antiklimaks
Dari yang tak ada aku akan diadakan, dari kecil menjadi besar, setelah besar menjadi tua, dan bila telah tua, berbaliklah aku kembali pada asalku. (SN:155)
Peribahasa
Menggunting dalam lipatan, mengail dalam belanga. (SN:159)
g) Judul
Judul dari novel ini adalah Siti Nurbaya (Kasih Tak Sampai).
h) Amanat
1) Cintailah seseorang karena budi pekertinya, jangan mencintai seseorang hanya karena harta dan tahtanya.
2) Janganlah ada dendam dengan seseorang, sebab Allah senantiasa berbuat adil kepada umatNya.
3) Janganlah hanya memikirkan kehidupan di dunia, tetapi pikirkanlah juga kehidupan di akhirat.
4) Berpikirlah lebih modern, dan buatlah perubahan dalam kehidupan, jangan hanya mengikuti adat dan budaya yang salah, sebab kita ini sudah jauh lebih modern dan berilmu.
5) Serahkanlah segala sesuatu itu kepada Allah dan bersabarlah ketika menghadapi cobaan.
6) Jika kita tidak bisa memiliki seseorang itu sebagai pasangan hidup, maka milikilah ia sebagai saudaramu sendiri.
7) Bantulah sekalian orang yang membutuhkan selagi kita bisa membantu, jangan pernah birsikap loba dan tamak, sebab harta dan tahta hanyalah titipan dari yang Mahakuasa.
C. ANALISIS UNSUR EKSTRINSIK
a) Riwayat Hidup Pengarang
Marah Rusli, nama lengkapnya Marah Halim bin Sutan Abubakar, dilahirkan pada tanggal 7 Agustus 1889 di Padang, Sumatera Barat.
Pendidikan:
1904 Tamat Sekolah Rakyat di Padang
1909 Tamat Sekolah Raja di Bukittinggi
1915 Tamat Sekolah Dokter Hewan di Bogor
Pengalaman Kerja:
1915-1922 Menjadi dokter hewan di berbagai tempat di Nusa Tenggara Barat dan Jawa Barat.
1923-1945 Menjadi dokter hewan di Semarang.
1945-1949 Menjadi dokter hewan di zaman pengungsian di Sala dan Klaten, kemudian kembali ke Semarang dan pensiun tahun 1951.
1952-1960 Dipekerjakan kembali sebagai dokter hewan di Pusat Pendidikan Peternakan Bogor.
Marah Rusli meninnggal dunia tanggal 17 Januari 1968, dimakamkan di Bogor. Selain mengarang, Marah Rusli juga mempunyai hobi berolahraga, musik, melukis, dan sandiwara. Buku-buku karya Marah Rusli yang selain diantaranya Anak dan Kemenakan, Lahami, Memang Jodoh, dan Gadis yang Malang (Terjemahan dari novel Charles Dickens).
b) Latar Belakang Sosial Budaya
Novel ini banyak menceritakan latar belakang kehidupan masyarakat Padang, Sumatera Barat. Yaitu, adat mereka yang menganggap bahwa pernikahan di Padang dipandang sebagai perniagaan, seorang perempuan membeli laki-laki dengan cara memberikan uang kepada pihak laki-laki. Seorang penghulu atau yang berpangkat tinggi memiliki istri lebih dari satu dianggap hal yang lazim. Di Padang tradisi kawin paksa sudah terjadi
c) Nilai-nilai yang Terkandung dalam Novel Siti Nurbaya
1) Nilai Moral
Novel ini menceritakan bahwa demi orang-orang yang dicintainya, seorang wanita bersedia mengorbankan apa saja meskipun ia tahu pengorbanannya dapat merugikan dirinya sendiri. Selain itu, novel ini juga memberi pengajaran kepada orang tua, yaitu menjadi orang tua hendaknya lebih bijaksana, tidak memutuskan suatu persoalan hanya untuk menutupi rasa malunya saja.
2) Nilai Religi
Di Padang masih mempercayai akan kekuatan dukun perdukunan, pada moment tertentu maka makam banyak dikunjungi orang untuk mendoakan arwah yang telah meninggal
3) Nilai Politik
Novel ini menceritakan tentang Samsulbahri yang sudah putus asa dan ingin segera mati menyusul bunda dan kekasihnya, oleh sebab itu, kemudian ia ikut menjadi Letnan dipihak Belanda, sedangkan Datuk Meringgih orang yang terkenal tamak serta lobak menolak pungutan Belasting akhirnya mati pada saat melawan tentara Belanda termasuk melawan Samsul, ia pun kemudian mati akibat peperangan itu dalam rangka membela tanah air.
4) Nilai Sosial Budaya
Novel ini banyak mengungkap cinta kasih antara Siti dengan Samsul yang tidak sampai menikah akibat perbuatan bususk Datuk. Siti dipaksa untuk kawin dengan Datuk sebagai penebus hutang ayahnya. Kebiasaan masyarakat Padang yang memiliki istri lebih dari satu serta seorang laki-laki yang memperbudak istri cukup kental diceritakan dalam novel ini.
D. APRESIASI NOVEL SITI NURBAYA
Setelah saya membaca novel ini, saya jadi mengerti bahwa novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli merupakan:
1) Karya sastra yang sangat detail dalam menceritakan segala problema kehidupan masyarakat di Padang.
2) Marah Rusli sangat pandai dalam mendeskripsikan latar tempat dan suasana hati para tokoh yang ada dalam novel ini. Sehingga, pembaca lebih mudah memahami serta seakan-akan ikut merasakan apa yang dirasakan para tokoh.
3) Novel Siti Nurbaya merupakan novel yang dramatis dan romantis, mampu menjadi i nspirasi bagi kaum muda bahwa cinta itu butuh pengorbanan, kesetiaan, keikhlasan, dan pengertian satu sama lain.
4) Dalam novel ini, adat dan kebudayaan sangat erat kaitannya dengan tokoh, novel ini masih menurut dengan adat yang dibawa oleh nenek moyang masyarakat Padang, misalnya kawin paksa dan poligami yang dikupas secara detail dalam novel ini.
5) Karya sastra ini, merupakan karya sastra yang dihasilkan pada awal tahun 20an, sehingga novel ini masih sangat kental dengan aroma kolonialisme yang mampu melukiskan latar suasana yang sedang terjadi di Padang pada saat itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar