STREET CHILDREN SEXUAL BEHAVIOR IN THE DIPONEGORO SHELTER AND
LEARNING HOUSE (RSB) IN THE YEAR OF 2012
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1.
perilaku seksual anak
jalanan di RSB Diponegoro.
2.
faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku seksual anak jalanandi RSB Diponegoro.
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan pendekatan
kualitatif.Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini menggunakan
teknik
purposive sampling yakni
pemilihan informan penelitian berdasarkan pertimbangan atau
kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian.
Informan yang
memenuhi kriteria sebanyak 7 orang yang terdiri dari informan anak
jalanan sebanyak 5
orang dan pengurus sebanyak 2 orang. Teknik pengumpulan data yang
digunakan
meliputi: observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis
data dalam penelitian
ini yaitu analisis kualitatif model interaktif yang terdiri dari:
pengumpulan data, reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.Hasil penelitian
menunjukkan bahwa:
1.
secara keseluruhan anak
jalanan di RSB Diponegoro pernah melakukan perilaku seksual
mulai dari berpegangan tangan,
berpelukan, berciuman, meraba, bersenggama,
masturbasi/onani dan oral seks.
2.
faktor yang mempengaruhi
perilaku seksual anak
jalanan di RSB Diponegoro terdiri dari
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal
yaitu kurang memadainya pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi,
sedangkan faktor eksternalnya meliputi
pengaruh teman, pengaruh lingkungan,
pengaruh kondisi keluarga, dan media
massa.
3.
upaya yang telah dilakukan
pengurus RSB Diponegoro Yogyakarta untuk meminimalisir perilaku seksual anak
jalanan yaitu:
a)
memberikan pendampingan
secara intensif.
b)
mengadakan kegiatan-kegiatan
seperti pelatihan ketrampilan, pengajian dan pembelajaran.
c)
memberikan layanan konseling
mengenai permasalahan-permasalahan yang dialami,
d) melakukan peneguran dan sanksi bagi anak jalanan yang melakukan
pelanggaran peraturan yang berlaku di RSB Diponegoroya.
Kata kunci: perilaku seksual, anak jalanan.
Abstract
This This study was aimed to determine:
1.
the sexual behavior of street children in RSB
Diponegoro.
2.
the factors that influence
the sexual behavior of street children in RSB Diponegoro.
This research was a descriptive study
with qualitative approach. The
technique sampling was using purposive sampling technique that
based on
consideration of the research informants selection or certain
criteria according to the
research’s object. The informants who meet the criteria were 7
people including the
street children informants as many as 5 people and the
administrator as many as 2
people. Data collection technique included: observation, interview
and documentation.
Technique of data analysis in this study was a qualitative
analysis of interactive model
that consisted of: data collection, data reduction, data
presentation and conclusion.The
results showed that:
1.
the overall street children
in RSB Diponegoro had sexual behavior ranging from holding hands, hugging,
kissing, touching, intercourse,
masturbation and oral sex.
2.
factors that influence the
sexual behavior of street children in RSB Diponegoro consisted of internal
factors and external factors. The internal factors were lack of adequate
knowledge about reproductive health, while the external factors included the
influence of friends, environment, family circumstances,and mass media
3.
the efforts that had been
made by the administrators of RSB Diponegoro Yogyakarta to minimize the sexual
behavior of street children namely:
a)
provide the intensive
assistance
b)
conduct many activities such
as skills training, teaching, religious activities and learning.
c)
provide counseling services
on issues faced.
d) did the accost and sanctions for street children who violate
regulations on RSB Diponegoro.
Keywords: sexual behavior, street children.
PENDAHULUAN
Anak adalah aset bangsa yang memiliki
hak untuk tumbuh dan
berkembang dengan optimal, karena anak merupakan generasi masa
depan yang akan menentukan baik-buruknya suatu bangsa. Anak yang
seharusnya mendapatkan hak untuk hidup secara layak sebagian
justru
terlantar di jalanan yang sering disebut dengan anak jalanan.
Keberadaan
anak jalanan saat ini menjadi fenomena global bagi dunia termasuk
di
Indonesia. Hal ini dikarenakan anak jalanan banyak dijumpai di
jalanan dan
tempat-tempat umum, seperti pasar, mall, terminal bis,
stasiun kereta api
dan taman kota.
Anak jalanan merupakan anak-anak dibawah
umur 18 tahun yang
tinggal dan mencari nafkah di jalanan (Poerwadarminta, 2003: 341).
Jalanan merupakan tempat yang berbahaya bagi kehidupan anak,
karena di
lingkungan ini tidak dapat membantu proses tumbuh-kembang anak dan
merealisasikan potensinya secara penuh. Anak jalanan harus
bertahan
hidup dengan melakukan aktivitas di sektor informal, seperti
menyemir
sepatu, menjual koran, mencuci kendaraan, menjadi pemulung
barangbarang
bekas. Sebagian lagi mengemis, mengamen, ada yang mencuri,
mencopet dan bahkan terlibat perdagangan seks. Anak jalanan
seringkali
menjadi korban eksploitasi dari orang dewasa, misalnya mengalami
pelecehan seksual. Hal inilah yang menyebabkan anak jalanan sudah
terbiasa melakukan perilaku seksual secara bebas. Risiko dari
perilaku
tersebut sangat luas, tidak hanya mengancam secara fisik tetapi
juga
secara sosial dan psikologis. Namun demikian keadaan tersebut
memaksa
anak jalanan mau tidak mau harus menjalani kehidupan keras di
jalanan
termasuk perilaku seksual.
Perilaku seksual merupakan segala
tingkah laku yang didorong oleh
hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama
jenis.
Bentuk perilaku seksual mulai dari perasaan tertarik sampai
tingkah laku
berkencan, berciuman,bahkan bersenggama hal ini sejalan dengan
Duvall,
E.M & Miller, B.C (dalam Mury, 2009: 45) bentuk perilaku
seksual pranikah
mengalami peningkatan secara bertahap. Adapun bentuk-bentuk
perilaku
seksual tersebut adalah 1) touching yaitu berpegangan
tangan dan
berpelukan, 2) kissing yaitu berkisar dari ciuman singkat
dan cepat sampai
kepada ciuman yang lama dan lebih intim, 3) petting yaitu
menyentuh atau
meraba daerah erotis dari tubuh pasangan biasanya meningkat dari
meraba ringan sampai meraba alat kelamin, dan 4) sexual
intercourse yaitu
hubungan kelamin atau senggama. Lebih lanjut menurut Eny Kusmiran
(2011: 34) akibat yang ditimbulkan bagi anak jalanan berusia
remaja yang
berperilaku seksual pranikah yaitu: 1) terjadinya kehamilan yang
tidak
diinginkan yang berdampak pada beban psikologis, sosial dan
ekonomi, 2)
pengguguran kandungan atau aborsi, 3) terkena penyakit menular
seksual
(PMS) khususnya remaja yang sering berganti-ganti pasangan apalagi
berhubungan seks dengan penjajah seks.
Perilaku seksual pada anak jalanan merupakan salah satu
permasalahan yang perlu diperhatikan oleh banyak pihak. Hal ini
dikarenakan anak jalanan pada umumnya tidak mempunyai pengetahuan
yang memadai mengenai resiko-resikonya dan pada umumnya mudah
terjebak dalam melakukan hubungan seks yang berisiko seperti
hubungan
seks dengan pasangan yang berganti-ganti atau hubungan seks tanpa
perlindungan. Selain itu anak jalanan juga cenderung terlepas dari
pengawasan orang tuanya.
Salah satu rumah singgah di Yogyakarta yang berkomitmen sebagai
kawasan bagi anak-anak jalanan menuju kehidupan secara normal yaitu
Rumah Singgah dan Belajar (RSB) Diponegoro. RSB Diponegoro
Yogyakarta
merupakan lembaga yang didirikan sebagai sayap lembaga Yayasan
Pondok
Pesantren Diponegoro yang menangani anak-anak jalanan. Bentuk
kegiatan
yang dilakukan rumah singgah berupa pengamatan masalah anak
jalanan,
identifikasi dan pendampingan anak, pelatihan dan penyuluhan
kepada
anak, konseling anak, dan pengembalian anak ke sekolah, pesantren,
rumah dan panti asuhan.
Berdasarkan studi pendahuluan di RSB
Diponegoro yang dilakukan
penulis pada tanggal 20 Juli 2012 melalui wawancara dengan
pengurus RSB,
ditemukan bahwa sampai saat ini RSB Diponegoro melakukan
pendampingan terhadap anak jalanan kurang lebih 50 orang anak
dengan
10 orang anak menetap di rumah singgah. Beberapa lokasi yang menjadi
fokus pendampingan RSB Diponegoro, yaitu: a) perempatan UIN, b)
Demangan, c) pertigaan Kolombo, d) Santikara, e) perempatan
Condong
Catur, f) perempatan Cemara Tujuh/Kentungan, g) perempatan Hotel
Novotel, dan h) Stasiun Lempuyangan. Lebih lanjut dijelaskan oleh
pengurus RSB Diponegoro bahwa banyak anak jalanan di Yogyakarta
pada
usia remaja madya antara usia 15-18 tahun terjerumus dalam
pergaulan
bebas. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan resiko
seks
bebas dan ada juga karena dipaksa oleh preman dan sesama anak
jalanan.
Seks bebas merupakan hubungan intim yang dilakukan dengan lawan
jenis
tanpa dilandasi ikatan pernikahan.
Selanjutnya peneliti juga melakukan
wawancara dengan 5 anak
jalanan di RSB Diponegoro pada tanggal 31 Juli 2012. Tiga
diantaranya
mengaku pernah melakukan seks bebas, sedangkan 2 diantaranya
mengaku
belum pernah melakukan seks bebas. Bahkan kasus yang terakhir di
RSB
Diponegoro ada satu anak perempuan jalanan berinisial MN (16
tahun)
yang ketahuan sedang tidur bersama dengan dua anak laki-laki yang
juga
anak jalanan berinisial FR (17 tahun) dan BD (18 tahun). Menurut
keterangan pengurus RSB, alasan mereka melakukan perbuatan
tersebut
karena terbiasa tidur bersama saat di jalanan dan tidak ada yang
melarang.
Hasil observasi juga menunjukkan bahwa
anak jalanan tampak terbiasa
melakukan bentuk-bentuk perilaku seksual seperti berpegangan
tangan,
berpelukan dan berciuman. Dengan demikian perlu adanya penelitian
lebih
lanjut mengenai perilaku seksual anak jalanan di RSB Diponegoro
agar
diperoleh informasi yang lebih jelas tentang bentuk perilaku
seksual anak
jalanan, faktor-faktor yang mendukung perilaku tersebut.
Sebelumya pernah dilakukan penelitian tentang anak jalanan yang
dilakukan oleh Mury (2009: 1) dengan judul “Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Perilaku Seksual Beresiko Anak Jalanan Di Kabupaten
Jember Jawa Timur” menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku seksual beresiko anak jalanan yaitu umur, aktivitas di
jalanan, lama
di jalan perhari, kebiasaan mengkonsumsi zat adiktif, tipe anak
jalanan
serta sikap terhadap kesehatan reproduksi, PMS dan HIV/AIDS.
Penelitian
ini juga menemukan bahwa sikap tentang kesehatan reproduksi, PMS
dan
HIV/AIDS serta dukungan pemimpin kelompok berpengaruh sebesar
65,58% terhadap berperilaku seksual anak jalanan.
Metode Penelitian dan Pengembangan
Model Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan
pendekatan
kualitatif.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dan pengembangan ini dilakukan di Rumah Singgah dan
Belajar
(RSB) Diponegoro Yogyakarta yang beralamat di Jl. Utara No. 6 B
Pugeran,Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. Waktu pelaksanaan
pada 3
November- 3 Desember 2012.
Subjek Penelitian
Penentuan subyek informan dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling yakni
pemilihan informan penelitian berdasarkan
pertimbangan atau kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan
tujuan
penelitian. Informan yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini
sebanyak 7
orang yakni untuk anak jalanan sebanyak 5 orang dan untuk pengurus
sebanyak
2 orang.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui
observasi, wawancara dan dokumentasi.
Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk
yang
lebih mudah dibaca dan diimplementasikan. Analisis data dilakukan
dengan
tujuan agar informasi yang dihimpun akan menjadi jelas dan
eksplisit. Sesuai
dengan tujuan penelitian maka teknik analisis data yang dipakai
untuk
menganalisis data dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
model interaktif.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
1.
Deskripsi Hasil
Penelitian dan Pengembangan
Dalam penelitian ini terdapat 7 orang informan penelitian. Subjek
penelitian ini meliputi 5 anak jalanan dan 2 orang pengurus RSB
Diponegoro.
Tabel 1 ini merupakan profil informan anak jalanan berdasarkan
jenis kelamin,
usia, status pendidikan dan lamanya menjadi anak jalanan.
Tabel 1.Profil Informan Anak Jalanan Berdasarkan Jenis Kelamin,
Usia,Tingkat Pendidikan,dan Lama Menjadi Anak Jalanan
No
Nama
(Inisial)
JenisKelamin Usia
(Th)
Tingkat Pendidikan
Lama Menjadi
Anak Jalanan
1 WY Laki-laki 17 Lulusan SD 6 th
2 BG Laki-laki 17 Tidak pernah sekolah 10 th
3 TL Perempuan 16 Tidak pernah sekolah 8 th
4 AA Laki-laki 18 Lulusan SD 9 th
5 SB Perempuan 16 SD (Tidak lulus) 6 th
(Sumber: Data Primer, 2012)
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa informan anak jalanan
dalam penelitian ini sebagian besar berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 4
orang (57,14%) dan sisanya berjenis kelamin perempuan sebanyak 3
orang (42,86%). Selanjutnya jika dilihat berdasarkan usia untuk
anak
jalanan masih berusia remaja yaitu antara 16-18 tahun. Untuk
tingkat
pendidikan menunjukkan bahwa informan anak jalanan secara
keseluruhan memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini
dikarenakan
tingkat pendidikan anak jalanan hanya lulusan SD saja bahkan ada
yang
tidak pernah menempuh pendidikan sama sekali. Sementara
berdasarkan
lamanya informan menjadi anak jalanan antara 6-10 tahun.
Mengenai profil informan pengurus RSB Diponegoro disajikan
pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Profil Informan Pengurus RSB Berdasarkan Jenis Kelamin,
Usia,Tingkat Pendidikan
No
Nama
(Inisial)
JenisKelamin Usia
(Th)
Tingkat
Pendidikan
Keterangan
1 FS Laki-laki 38 S1 Pengurus RSB
Diponegoro, Guru SD
2 NV Perempuan 34 S1 Pengurus RSB
Diponegoro,
Wiraswasta
(Sumber: Data Primer, 2012)
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa informan pengurus
RSB Diponegoro terdiri dari 2 orang yang berjenis kelamin
laki-laki dan
perempuan dan berusia 34 tahun dan 38 tahun. Informan pengurus RSB
Diponegoro seluruhnya memiliki tingkat pendidikan yang memadai
yaitu
S1. Selain menjadi pengurus RSB Diponegoro, ternyata informan
dalam
penelitian ini memiliki profesi lain sebagai guru SD dan wiraswasta.
Faktor penyebab menjadi anak jalanan pada subyek penelitian ini
yaitu faktor ekonomi, faktor modeling dan faktor disorganisasi
keluarga
(perpecahan keluarga).Faktor ekonomi cenderung akibat adanya
kemiskinan, sehingga anak terpaksa mencari nafkah untuk membantu
memenuhi kebutuhan hidup keluarganya atau untuk kebutuhan
pribadinya sebagaimana yang dialami oleh WY (17 tahun) dan TL (16
tahun)sementara BG (17 tahun) disebabkan oleh faktor modeling
(sejak
kecil sudah berada di jalanan). Selanjutnyafaktor disorganisasi
keluarga
atau adanya perpecahan keluarga juga menjadi penyebab menjadi anak
jalanan. Anak sering dijadikan pelampiasan atas masalah yang
tengah
dihadapi orang tua, sehingga anak stres dan tidak betah di rumah,
maka
anak akan melarikan diri dan mencari kehidupan lain kemudian
terjebak
dalam kehidupan jalanan sebagaimana yang dialami oleh AA (18
tahun)
dan SB (16 tahun). Anak jalanan perempuan cenderung mengalami
tindakan kekerasan seksual dengan paksaan bahkan ancaman untuk
melakukan hubungan seksual. Sementara anak jalanan laki-laki
cenderung lebih aman dari tindakan kekerasan seksual. Hal ini
berarti
anak jalanan perempuan sering mengalami pelecehan dan kekerasan
seksual dalam berbagai bentuknya, seperti dicolek, diraba-raba,
bahkan
diperkosa (melakukan hubungan seksual secara paksa).
Sebagian besar anak jalanan di RSB Diponegoro pernah
melakukan perilaku-perilaku seksual mulai dari berpegangan tangan,
berpelukan, berciuman, meraba, bersenggama, masturbasi/onani dan
oral seks. Terutama untuk anak jalanan yang berjenis kelamin
perempuan
untuk perilaku seksual awal mulanya cenderung karena adanya unsur
paksaan/ancaman dari orang lain baik dari pacar maupun sesama anak
jalanan. Faktor yang mempengaruhi perilaku seksual anak jalanan di
RSB
Diponegoro meliputi: a) kurang memadainya pengetahuan mengenai
kesehatan reproduksi, b) pengaruh teman, c) pengaruh lingkungan,
d)
pengaruh orang tua, dan e) media massa. Upaya yang dilakukan
pengurus
RSB Diponegoro Yogyakarta untuk meminimalisir perilaku seksual
anakjalanan yaitu: a) memberikan pendampingan secara intensif, b)
mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat mengisi waktu luang pada
anak jalanan seperti pelatihan ketrampilan, pengajian dan
pembelajaran,
c) memberikan layanan konseling kepada anak jalanan mengenai
permasalahan-permasalahan yang dialami, d) melakukan peneguran dan
sanksi bagi anak jalanan yang melakukan pelanggaran peraturan yang
berlaku di RSB Diponegoro.
2.
Pembahasan Hasil
Penelitian dan Pengembangan
Anak jalanan merupakan anak-anak yang berumur dibawah 18 tahun
yang tinggal yang menghabiskan waktunya di jalanan.Keberadaan anak
jalanan ada tiga motif yaitu motif untuk bekerja, motif hidup di
jalanan, dan
motif karena keluarga yang hidup di jalanan. Hal ini sebagaimana
yang
dikemukakan oleh BagongSuyanto (1999: 41) yang membagi anak
jalanan
menjadi tiga yaitu children on the Street, children of
the street, dan children
from families of the street.Keberadaan
anak jalanan tidak terlepas dengan
perilaku seksual.
Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh
hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama
jenis.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak
jalanan di RSB Diponegoro pernah melakukan perilaku-perilaku
seksual mulai
dari berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, meraba,
bersenggama,
masturbasi/onani dan oral seks. Terutama untuk anak jalanan yang
berjenis
kelamin perempuan untuk perilaku seksual awal mulanya cenderung
karena
adanya unsur paksaan/ancaman dari orang lain baik dari pacar
maupun
sesama anak jalanansebagaimana yang di alami oleh TL (15 tahun)
dan SB (16
tahun). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh
Mury (2009: 1) yang menyimpulkan bahwa secara umum perilaku
seksual
anak jalanandi Kabupaten Jember Jawa Timur dalam kategori beresiko
sebanyak 51,6%.
Bentuk-bentuk perilaku seksual yang dilakukan anak jalanan di RSB
Diponegoro sesuai dengan pendapat Sarlito Sarwono (2011: 174)
bahwa
bentuk perilaku seksual mulai dari perasaan tertarik sampai
tingkah laku
berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Pendapat tersebut juga
didukung
oleh pendapat Duvall, E.M & Miller, B.C (dalam Mury, 2009: 45)
yang
mengungkapkan bahwa bentuk perilaku seksual meliputi: a) touching
yaitu
berpegangan tangan dan berpelukan, b) kissing yaitu
berkisar dari ciuman
singkat dan cepat sampai kepada ciuman yang lama dan lebih intim,
c)
petting yaitu menyentuh atau meraba
daerah erotis dari tubuh pasangan
biasanya meningkat dari meraba ringan sampai meraba alat kelamin,
d)
sexual intercourse yaitu
hubungan kelamin atau senggama.
Seharusnya anak jalanan yang berusia remaja melakukan tugas
perkembangan remaja sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock
(dalam
Siti Partini, dkk, 2006: 129) bahwa tugas perkembangan remaja yang
harus
dilalui meliputi: mencapai hubunganbaru dan yang lebihmatangdengan
temansebayabaikpriamaupunwanita, mencapaiperansosialpria dan
wanita,
menerimakeadaanfisiknya dan menggunakantubuhnya secara efektif,
dan
mencapaiperilakusosial yang bertanggungjawab. Namun kenyataannya
anak
jalanan cenderung berperilaku seksual tanpa dilandasi pernikahan.
Perilaku seksual pada anak jalanan merupakan hal yang perlu
disoroti
oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan pada umumnya anak jalanan
mudah
terjebak dalam melakukan hubungan seks yang berisiko seperti
hubungan
seks dengan pasangan yang berganti-ganti atau hubungan seks tanpa
perlindungan. Selain itu anak jalanan juga cenderung terlepas dari
pengawasan orang tuanya. Jika perilaku seksual pra nikah terus
menerus
dilakukan oleh anak jalanan, maka akan merugikan anak jalanan itu
sendiri
khususnya bagi kaum perempuan seperti kehamilan yang tidak
diinginkan,
abortus yang tidak aman, serta meningkatnya risiko untuk terkena
Infeksi
Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS.
Pada dasarnya anak jalanan di RSB Diponegoro mengetahui dampak
adanya seks bebas, tetapi kenyataannya anak jalanan tetap
melakukan
hubungan seks bebas karena adanya beberapa faktor. Faktor yang
mempengaruhi anak jalanan melakukan seks bebas diantaranya faktor
kebutuhan, faktor keterpaksaan dan faktor perlindungan. Anak
jalanan
khususnya perempuan melakukan hubungan seks karena membutuhkan
uang untuk biaya hidup dan untuk mendapatkan perlindungan dari
anak
jalanan/preman yang berkuasa di wilayah tersebut. Sementara faktor
keterpaksaan karena anak jalanan diperkosamelakukan seks bebas
oleh anak
jalanan/preman.
Salah satu dampak perilaku seks bebas pada anak jalanan yang cukup
mengkhawatirkandalam penelitian ini yaitu kehamilan seperti yang
pernah di
alami oleh TL (16 tahun). Ternyata anak jalanan mengetahui cara
untuk
menggugurkan kandungan yang tentunya sangat berisiko pada anak
jalanan
yakni dengan meminum satu bungkus obat berbentuk serbuk yang
sebenarnya obat untuk pelancar haid pada perempuan. Hal ini
tentunya
perlu mendapat perhatian dari masyarakat khususnya pengurus RSB
Diponegoro untuk memberikan penyuluhan lebih intens tentang bahaya
aborsi yang dilakukan oleh anak jalanan.
Dalam perilaku seks bebas, anak jalanan perempuan cenderung lebih
beresiko pada kekerasan seksual. Hal ini sebagaimana hasil
penelitian yang
menunjukkan bahwa anak jalanan di RSB Diponegoro yang berjenis
kelamin
perempuan cenderung mengalami tindakan kekerasan seksual seperti
yang di
alami oleh TL (15 tahun) dan SB (16 tahun). Pelaku kekerasan
seksual
biasanya berasal dari kalangan mereka sendiri. Selain itu,
perilaku seksual
pada anak jalanan dilakukan berdasarkan suka sama suka, ada
sebagian anak
jalanan perempuan yang ternyata melakukan seks bebas karena
paksaan.
Berbagai jenis alat kontrasepsi yang banyak dianjurkan oleh
pemerintah
ternyata tidak diminati, meskipun mereka pernah mendengar dan
memakainya.
Perilaku seksual pada anak jalanan merupakan permasalahan yang
perlu diperhatikan oleh banyak pihak. Hal ini dikarenakan anak
jalanan pada
umumnya tidak mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai
resikoresikonya
dan pada umumnya mudah terjebak dalam melakukan hubungan
seks yang beresiko seperti hubungan seks dengan pasangan yang
bergantiganti
atau hubungan seks tanpa perlindungan. Pengetahuan mengenai
kesehatan reproduksi dan resiko perilaku seksual sangat penting
bagi anak.
Anak yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang
kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta
alternatif
cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksualnya.
Selain faktor pengetahuan, faktor keluarga juga penting. Orang tua
merupakan figur teladan (modeling) bagi anak-anaknya. Oleh
karena itu,
munculnya perilaku menyimpang pada anak dimungkinkan karena orang
tua
yang justru melakukan perilaku-perilaku yang menyimpang, sehingga
ditiru
oleh anak. Apalagi untuk anak jalanan cenderung terlepas dari
pengawasan
orang tuanya. Pada masa remaja, lingkungan pergaulan juga sangat
berpengaruh pada perilaku seksual, terutama pada masa
pubertas/remaja
dimana pengaruh teman sebaya lebih besar dibandingkan orangtuanya
atau
anggota keluarga lain.
Oleh karena itu, pihak pengurus RSB Diponegoro perlu melakukan
upaya-upaya untuk meminimalisir adanya perilaku seksual pra nikah
pada
anak jalanan di RSB Diponegoro pada khususnya dan anak jalanan
pada
umumnya. Upaya yang telah dilakukan pihak pengurus RSB Diponegoro
seperti adanya pendampingan secara intens, mengadakan
kegiatan-kegiatan
yang dapat mengisi waktu luang pada anak jalanan seperti pelatihan
ketrampilan, pengajian dan pembelajaran, memberikan layanan
konseling
kepada anak jalanan mengenai permasalahan-permasalahan yang
dialami,
melakukan peneguran dan sanksi bagi anak jalanan yang melakukan
pelanggaran peraturan yang berlaku di RSB Diponegoro perlu
dilakukan
secara kontinue. Dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut
diharapkan
dapat mengatasi perilaku seksual pada anak jalanan khususnya di
RSB
Diponegoro.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. Sebagian besar anak jalanan di RSB Diponegoro pernah melakukan
perilaku-perilaku seksual mulai dari berpegangan tangan,
berpelukan,
berciuman, meraba, bersenggama, masturbasi/onani dan oral seks.
Terutama untuk anak jalanan yang berjenis kelamin perempuan untuk
perilaku seksual awal mulanya cenderung karena adanya unsur
paksaan/ancaman dari orang lain baik dari pacar maupun sesama anak
jalanan.
2. Faktor yang mempengaruhi perilaku seksual anak jalanan di RSB
Diponegoro meliputi:
a)
kurang memadainya
pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi.
b)
pengaruh teman.
c)
pengaruh lingkungan.
d) pengaruh orang tua.
e)
media massa.
3. Upaya yang dilakukan pengurus RSB Diponegoro Yogyakarta untuk
meminimalisir perilaku seksual anakjalanan yaitu:
a)
memberikan pendampingan
secara intensif
b)
mengadakan kegiatan-kegiatan
yang dapat mengisi waktu luang pada anak jalanan seperti pelatihan ketrampilan,
pengajian dan pembelajaran.
c)
memberikan layanan konseling
kepada anak jalanan mengenai permasalahan-permasalahanyang dialami
d) melakukan peneguran dan sanksi bagi anak jalanan yang melakukan
pelanggaran peraturan yang berlaku di RSB Diponegoro.
Saran
1. Hendaknya pihak RSB Diponegoro melakukan upaya untuk
meminimalisir
perilaku seksual anak jalanan secara berkelanjutandengan cara
memberikan kegiatan pendidikan maupun kegiatan keagamaan. Kegiatan
pendidikan meliputi pelatihan keterampilan perbengkelan, kerajinan
dan
pembelajaran seperti di sekolah, sedangkan kegiatan keagamaan
meliputi
pengajian, mentoring, dan sholawatan.
2. Hendaknya pihak RSB Diponegoro mengadakan konseling tentang
perilaku
seksual dan kesehatan reproduksi anak jalanan secara intens dengan
pendekatan interpersonal seperti acara bedah film, sehingga anak
jalanan
menjadi lebih tertarik dan memahami tentang perilaku seksual dan
15
kesehatan reproduksi. Hal ini dikarenakan masih kurang memadainya
pengetahuan anak jalanan tentang perilaku seksual dan kesehatan
reproduksi.
3. Hendaknya anak jalanan di bina secara langsung oleh
lembaga-lembaga
sosial agar diberikan keterampilan dalam bekerja, sehingga anak
jalanan
dapat berkembang menjadi pribadi yang produktif.
Daftar Pustaka
Bagong Suyanto. (1999). Anak Jalanan Di Jawa Timur (Masalah dan
Upaya
Penangananya. Surabaya: Airlangga Univercity
Press.
Eny Kusmiran. (2011). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita.
Jakarta:
Salemba Medika.
http://id.wikipedia.org . (2012). Anak Jalanan. diakses
pada tanggal 25 Mei 2012.
Mu’tadin. (2002). Remaja dan Rokok http://www.e-psikologi.com, diperoleh
tanggal 5 Juni 2009.
Mury. (2009). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual
Beresiko Anak
Jalanan Di Kabupaten Jember Jawa Timur. Skripsi: Prodi
Magister Promosi
Kesehatan Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro.
Poerwadarminta. (2003). Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Siti Partini Suardiman, dkk. (2006). Perkembangan
Peserta Didik. Diktat Kuliah.
Yogyakarta.
Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Sukardi. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Syamsu Yusuf. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Offset.
Husaini Usman. (2004). Metodologi Penelitian Sosial.
Jakarta: Bumi Aksara.
Wahyudi, K., (2000), Kesehatan Reproduksi Remaja. Lab Ilmu
Kedokteran Jiwa FK
UGM Jogjakarta.
Melibatkan mainan sex kedalam foreplay atau pemanasan sblm aktivitas seksual biasa membuat lebih cepat terangsang dan lebih semanggat.
BalasHapusBerbagai macam> sex toys wanita